Jumat, 07 Februari 2014

NOTE LAMUNAN PEKAN ILMIAH DAN SENI UDINUS



Tetesan hujan tergerai menjuntai dari langit ke tanah juga aspal. Mencipta aroma tersendiri, mendatangkan memori tentang apa-apa yang telah terjadi. Sedikit lengah, pikiran akan segera dicuri oleh nakalnya memori-memori. Setelah itu, hanyut sudah terbawa arus pikiran yang entah dimana akan bermuara. Jika sudah begitu, pintar-pintarlah meramu pikiran, jangan sampai gelombang lamunan dating, yang sisanya pasti berupa puing-puing kegalauan atau sekedar helaan nafas panjang.

Sementara di luar sibuk dengan bulir bening dari langit, di kamar berukuran 3x3 meter ini, aroma susu coklat hangat justru menyeruak. Aroma itu bergoyang, meliuk dari satu sudut ke sudut lainnya. Erotis, menggoda indera penciuman. menciptakan gairah tersendiri bagi jiwa-jiwa yang tengah dicumbu oleh lembab serta dinginnya dinding kamar. Aroma susu coklat hangat itu benar-benar sensual bagai Geisha yang harus menari untuk si hidung belang. Aku yang diibaratkan si hidung belang yang tengah binal ini sepertinya memang harus berterimakasih pada Geisha yang menjelma pada susu coklat hangat itu. Betapa tidak, andai aroma susu coklat hangat itu tak meliuk dan menggoda indera penciumanku, tentu pikiranku telah binasa dicuri oleh memori yang dating karena dahsyatnya gelombang lamunan.

Puing-puing kegalauan itu memang tak Nampak. Entah tertutup cumbuku pada bibir cangkir merah jambu yang menampung gairah kehangatan susu coklat, atau kegalauan itu memang sudah binasa tertinggal di alam mimpi ketika aku terlelap malam tadi. Ya, malam tadi pikiranku memang sempat dicuri, yang kemudian pada akhirnya membuatku hanyut dalam lamunan. Titik galau, disitulah lamunan itu menjatuhkanku kemudian. Namun, moment itu adalah moment malam tadi. Jika sekarang, titik galau itu tak lagi Nampak, dan aku tak tahu dimana galau itu tertinggal.

Perlahan kuseruput kehangatan susu coklat pada cangkir merah jambuku. Seiring susu coklat yang mengalir di tenggorokanku, kehangatan juga mengaliri setiap sudut rongga itu. Benar-benar rileks kurasakan setiap otot badanku meski kusadari betul bola mataku tak begitu bergairah teerbuka lebar. Maklum saja, malam tadi aku sulit terpejam. Tak hanya karena puing-puing kegalauan sisa lamunan saja yang mengganggu, melainkan insomnia yang memang belakangan ini tengah melanda.

Aku masih binal sebetulnya. Gairah secangkir susu coklat hangat itu masih merajai indera penciuman yang berlanjut ke indera perasa di bibir dan lidahku. Benar-benar membuatku kecanduan. Namun aku tak lantas menyeruput dan menghisap cairan manis itu dengan membabi buta. Bermain elegan, kini gaya permainan itu yang kugunakan. Kubiarkan aroma susu coklat hangat itu tetap meliuk di kamarku. Kubiarkan keerotisannya merajai dinginnya dinding kamarku. Kubiarkan aroma itu menari dengan iringan suara keyboard yang berteriak manja karena sentuhan jemariku. Kubiarkan semuanya berpentas sesuka hatinya. Kemudian kubiarkan pula diriku tenggelam dalam hingar binger dunia maya dengan tetap sesekali mencumbu bibir cangkir merah jambuku dan tentu saja menghirup cairan manis hangat di dalamnya.

Dunia maya masih tetap ramai. Pagi, siang dan malam dunia itu memang selalu gemerlap dan penuh kasak-kusuk. Perlahan namun pasti, kujejaki setiap link yang ada demi mencari kepuasan baik berupa informasi perkuliahan, organisasi atau pun sekedar mengisi gemerlapnya dunia maya dengan pesona postingan-postinganku. Cukup lama kujejakkan kursorku pada link-link yang ada sampai akhirnya link-ku terhenti pada sebuah notifikasi yang tak perawan lagi. Pasalnya malam tadi aku telah membuat notifikasi itu tak lagi perawan. Notifikasi itu terpampang di Facebook dengan nama akun “Ekka Pratiwi Taufanty”. Notifikasi itu seyogyanya adalah notifikasi yang dilempar oleh admin dari grup Fakultas dimana selama setahun lebih ini aku menimba berliter-liter ilmu.

“Kemahasiswaan FIB Dinus”…itulah nama grup yang notifikasinya telah kuperawani malam tadi. Grup                 yang kerap membagi informasi seputar Fakultas Ilmu Budaya Univ. Dian Nuswantoro Semarang atau pun seputar UDINUS secara general itu malam tadi membagikan informasi perihal Pekan Ilmiah dan Seni yang diselenggarakn oleh UDINUS. Malam tadi sebetulnya aku sudah sangat lupa diri menelanjangi setiap informasi yang disuguhkan pada website Biro Kemahasiswaan UDINUS, namun titik kepuasan belum sempat kuraih. Ada beberapa informasi mengenai Pekan Ilmiah dan Seni tersebut yang belum kufahami. Selain belum faham, sebetulnya aku masih ragu dengan cabang perlombaan yang akan kuikuti.

Ada beberapa cabang perlombaan yang disuguhkan pada Pekan Ilmiah dan Seni tersebut seperti Desain Motif Batik, Baca Puisi, Debat Bahasa Inggris, Film (Dokumenter, Animasi), Fotografi, Karya Tulis Ilmiah, Kemanan Jaringan, Komik Strip, Lukis, Menyanyi Tunggal, MTQ, Pengembangan Game/Permainan, Penulisan Cerpen, Penulisan Lakon, Penulisan Puisi, Poster, Rancangan Inovasi dan Perangkat Lunak, Robotic Algorithm Contest, Tari dan Vocal Group. Benar-benar variatif! Kurasa tak ada alas an bagi mahasiswa dari Jurusan Sastra untuk mengikuti ‘pesta’ tersebut, sebab dari sederet cabang perlombaan yang ada, ada cabang-cabang perlombaan yang relevan dengan jurusan sastra, meski tidak menutup kemungkinan kita pun dapat mencoba perlombaan yang tidak sesuai dengan disiplin ilmu yang kita miliki. Namun…entah berdosa atau tidak pernyataanku ini…banyaknya cabang perlombaan yang menarik justru membuatku sulit menentukan pilihan. Rasa-rasanya ingin kuikuti seluruh perlombaan yang ada meski kusadari kemampuanku tak sebesar rasa inginku (lucu).

Ada beberapa cabang perlombaan yang “Kemayu” dan melirik “Nakal” ke arahku sebetulnya. Beberapa cabang perlombaan yang terus menggodaku sejak notifikasi dari Kemahasiswaan FIB Dinus itu masuk ke akunku adalah cabang perlombaan seperti Karya Tulis Ilmiah, Penulisan Cerpen, Penulisan Puisi, Penulisan Lakon dan Baca Puisi. Kelima cabang perlombaan itu benar-benar penuh gelora. Aku benar-benar tak kuasa menahan lirikan dari kelima cabang perlombaan itu. Tak hanya itu, senyumnya yang melambai di antara penatnya beberapa proyek “PKM” yang tengah kugeluti bersama kawan-kawan, seolah menjadi sumber mata air di tengah gurun pasir. Meski demikian, aku tak lantas lupa diri dan dengan gampang menuliskan namaku di kolom pendaftaran. Aku butuh waktu dan masukan dari kawan serta beberapa pihak lain.

Aroma si coklat manis tak sekuat sebelumnya. Rupanya ia telah lunglai. Layu tanpa gairah, bagai Mawar yang dipetik paksa kemudian dilempar ke tengah terik matahari. Aroma susu coklat itu tak lagi meliuk-liuk di kamarku. Hidung belang ini tak lagi digoda si Geisha! Pesonanya hilang, mungkin saja…ya, mungkin saja. Namun, apa gerangan yang membuatnya lunglai dan layu serta tak bergelora lagi?

Kuseruput lagi secangkir susu coklat yang rupanya tak sehangat sebelumnya. Nyaris dingin ia kini. Ah, aku baru ingat bahwa sudah lebih dari 20 menit kubiarkan bibir cangkir merah jambuku kering. Rupanya aku bukan hidung belang kelas kakap. Bermain elegan saja aku tak mampu. Ah…sudahlah!

Kemudian kutinggalkan cangkir merah jambu yang masih menampung si coklat manis itu. Kini pandanganku focus lagi pada monitor laptopku. Kini pikiranku tajam menghujam informasi Pekan Ilmiah dan Seni di kampusku. Ya, seperti yang telah kukatakan, ada lima cabang perlombaan yang melirik penuh makna ke arahku. Apakah itu pertanda? Apakah jika aku balik melirik dan tersenyum padanya maka aku akan mendapatkan imbalan? Akan menjadi juara kah kelak jika kuikuti kelima cabang itu? Mungkin saja ya, namun besar pula kemungkinan untuk gagal. Namun, bukankah mimpi tak kan terhenti sebatas menang dan kalah?

Kupikirkan kemudian perihal perlombaan apa yang akan kuikuti. Yang jelas, aku punya alas an dan pertimbangan untuk kelima cabang perlombaan itu. Dan kalau boleh sedikit arrogant, kukatakan aku suka “Tulisan”!

Artinya????

Artinya…kelima cabang perlombaan itu tidak lepas dari tulisan, dan yang berkaitan dengan tulisan, aku akan sangat tergoda. Namun kusadari betul suka saja tidak cukup. Perlu tambahan rasa. Lalu sudahkah kumiliki tambahan penyedap rasa itu? Hmm, aku tak yakin.

Tak yakin? Lalu bisakah hidup tanpa adanya keyakinan???

Ok, aku harus yakin. Dan sementara ini yang baru kuyakini adalah tiga cabang perlombaan yaitu Karya Tulis Ilmiah, Penulisan Cerpen dan Penulisan Puisi. Untuk dua yang tersisa, kubiarkan mereka tenang dalam masa-masa pertimbanganku. Kuharap aka nada kekuatan baru yang mendorongku untuk mengambil mereka sekalian.

Sebetulnya aku memutuskan hal itu karena sebuah kekuatan besar. Awalnya aku benar-benar tak bias mempercayai kekuatan yang ada pada diriku. Tiap kali ingin melakukan apa pun selalu diliputi rasa takut dan tidak percaya diri. Namun, beberapa hari ke belakang, ada good news yang benar-benar bias dijadikan dynamo penggerak keberanian dan rasa percaya diriku. Good news itu adalah good news mengenai lolosnya tim Proposal Kewirausahaan yang kubuat bersama tiga lelaki tampan lainnya seperti Ari Triono, Faisal Ramadhan dan Agus Purwanto. Proposal Kewirausahaan yang kami beri judul “Nugget Herbivora” tersebut rupanya lolos seleksi dan berhasil didanai oleh diknas. Dari selentingan yang ada, kabarnya dana sebesar 10 juta akan diglontorkan untuk mendanai proyek kewirausahaan kami. Kami tak pernah menyangka akan mendapatkan dana itu mengingat pesaingnya begitu banyak. Jangankan mempercayai akan lolos hingga didanai, percaya untuk lolos tingkat universitas saja tak pernah kami bayangkan.

Yang kami lihat dari lolosnya Proposal Kewirausahaan kami tersebut bukanlah nominal dana yang kami dapat, melainkan pembuktian diri yang tak pernah kami pikirkan sebelumnya. Ya, dari apa yang telah kami lakukan tersebut, kami (khususnya aku) dapat mempercayai diri sendiri bahwa sebetullnya kekuatan dahsyat ada pada diri setiap individu. Dengan kata lain, setiap individu punya kemampuan meski selama ini kami merasa kami hanya mahasiswa biasa dan tak popular di kampus (hehehe), namun nyatanya kami bias melakukan sesuatu. Karena itulah, pada moment Pekan Ilmiah dan Seni ini aku ingin kembali membangkitkan kepercayaan diri dengan berkaca pada lolosnya “Nugget Herbivora”. Bukan bermaksud arrogant, terlalu PD atau apa lah namanya, namun aku hanya ingin kembali melakukan pembuktian diri, bukan untuk disombongkan atau dipuji, melainkan lebih kepada pembuktian diri untuk diri sendiri agar ke depannya lebih tegak berdiri.

Jadi, sementara ini, biarkan kugadaikan namaku pada kolom pendaftaran Pekan Ilmiah dan Seni dengan tak lupa pada tiga cabang perlombaan yaitu Karya Tulis Ilmiah, Penulisan Cerpen, dan Penulisan Puisi. Selebihnya biar waktu yang menjawab. Masa-masa pertimbangan masih berlaku. Mungkin saja beberapa detik setelah ini ada masukan untuk memilih cabang perlombaan yang masih tersisa. Dan mungkin saja kudapatkan informasi dari kawan-kawan lainnya perihal pendaftaraan diri mereka di Pekan Ilmiah dan Seni yang cukup menarik perhatianku ini.

Dan…dengan malu-malu kukatakan (tambahan), sebetulnya “Debat Berbahasa Inggris” itu mencuri hatiku!! Namun kusadari, aku benar-benar mandul dalam UDC atau Udinus Debate Club. Jadi, tahun ini bukan tahunku untuk mencicipi debat itu! (hehehe)
)

Senin, 03 Februari 2014

Selayang Pandang Usai Semester Tiga



Masa itu telah berakhir. Hiruk-pikuk pergumulan dengan setumpuk buku telah usai. Keringat dingin yang membanjiri dahi ketika menghadap selembar kertas berhias sederet soal tak lagi jadi soal. Semuanya telah bubar jalan. Terbang meninggalkan jiwa-jiwa muda menuju selembar kertas berisi daftar nilai. Disitulah kelak kami bersorak atau pun berteriak mendamba huruf “D” atau bahkan “E” di daftar nilai berubah. Tak muluk-muluk, “C” saja sudah berucap syukur. Mahasiswa…begitulah kelakar kami para mahasiswa.

Ujian Akhir Semester memang telah usai. Meninggalkan setumpuk nota pembayaran bagi sebagian yang mengikuti program remedial yang tujuan utamanya ingin mengubah nasib baik. Ya, nasib baik dari yang semula “D” menjadi “C” atau yang “C” menjadi “B”. Harga mahal yang harus dibayar demi jamu jitu bernama “Remidial” tak jadi soal bagi kami yang berjuluk “Orang kaya” bagi sebagian orang. Entahlah siapa yang memulai me-generalisasikan julukan bagi mahasiswa di kampus kami. Cukup diamini, tanpa perlu berdali, karena siapa tahu esok saat bangun pagi motor vespa keluaran lama telah berubah menjadi mobil super mewah seperti milik rector kami.

Kini Sistem Akademik di kampus kami laris manis. Jika pada hari biasa banyak yang alergi membuka Sistem Akademik yang sebetulnya canggih itu, tapi di musim Ujian dan update nilai seperrti sekarang ini, system itu laris manis. Kami para mahasiswa rela meninggalkan social media meski hanya 5 menit untuk melihat nilai yang bagi sebagian mahasiswa bias dibilang “Memalukan”, tapi bagi sebagian lagi justru “Membanggakan”. Atau untuk mahasiswa seperti, sebut saja “Joko” jika tak ingin menyebut nama sebenarnya. Joko sibuk membuka system itu dengan dalih mengikuti pendaftaran remedial. Tak hanya Joko sebetulnya yang punya nasib begitu. Ada banyak Joko-Joko lainnya di kampus kami, yang begitulah pekerjaannya, mengengok apakah pendaftaran remidialnya sudah divalidasi dosen atau masih mengambang bagai sepotong sandal jepit bekas di Kali Cisanggarung dekat kampong halamanku.

Melihat sebagian dari kami yang sibuk wara-wiri ke kampus demi mengurus nasib di daftar nilainya yang punya noda “D”, “C”, atau bahkan “E”, sejatinya aku mutlak bersyukur. Tentu aku mutlak melakukannya karena lagi-lagi di semester kali ini pun aku tak perlu repot mengurus yang aneh-aneh *hehehe*. Pasalnya nilaiku memang cukup memuaskan. Semester tiga ini memang semester “Galau” sebetulnya. Semester ini adalah semester “Pengabaian” begitu kata seorang teman yang tubuhnya sexy, berambut keriting, dan berjuluk “Keriting” di CafĂ© Meong Mak’e langganan kami. Awalnya aku sempat melemparkan tanda Tanya padanya. “Pengabaian” apa yang ia maksud? Oh, rupanya beanr juga kata si kriting. Di semester tiga ini memang banyak sekali mahasiswa yang mengabaikan perkuliahannya. Lagi-lagi temanku yang satu itu berhipotesis bahwa semester pertama adalah semester penjajakan/uji coba. Kemudian semester dua adalah fase mulai mengenal dan mengerti system. Dan ini dia fase semester tiga yang justru menjadi fase pengabaian. Menurut hipotesa temanku tersebut, mahasiswa umumnya mengabaikan perkuliahan karena mengganggap bahwa semester dua yang telah lalu, mereka telah cukup membuat bangga dirinya dengan mendapat IP lebih bagus dari semester satu, sehingga semester tiga ini mereka merasa tak perlu lagi “Manut” jadi mahasiswa teladan. Seriously? Untuk jawaban dan kebenaran hipotesa tersebut, silahkan kita Tanya pada diri kita masing-masing.

Sebetulnya apa pun hipotesa dan kegalauan yang telah terjadi di semester tiga ini, aku tak punya alas an untuk tidak bersyukur. Terlepas dari factor “Luck” yang kumiliki atau memang aku memiliki kemampuan untuk mendapat nilai tersebut, segalanya harus kugarisbawahi dengan ucapan “Alhamdulillah”. Dengan nilai yang hanya memiliki dua jenis nilai, yang dari dua tersebut nilai “B” yang muncul satu kali, tentu saja tak ada alas an untuk tidak berucap syukur.

Aku tak berbangga diri dengan nilai tersebut karena kuyakin 100%, ada teman lain yang memang lebih pintar dariku. Tapi, kuingin dengan nilai yang kudapat di semester ini, aku bias lebih menghargai semuanya dan tak lagi mengendorkan “Bolpoint” di tanganku. Bolpoint itu harus terus kugenggam kuat, kugoreskan dengan penuh keyakinan dan tekad di atas lembaran riwayat akademikku, sampai kemudian Bolpoint itu kugunakan untuk melegalkan mimpiku. Ya, kuingin esok lebih baik dan bersungguh-sungguh dalam belajar. Apa yang telah kulakukan sejauh ini sebetulnya belum apa-apa. Aku harus lebih maju demi mimpi dan harapanku.


Catatan Berseri Puisi Diary Si Oneng