Minggu, 06 November 2011

Part 2: Mengembara ke Semarang Setelah 2 Tahun Menyepi :D


Dingin merayap masuk ke dalam kamar yang kuhuni  dengan membawa sisa-sisa hujan semalam. Dingin yang terusir dari senyawa malam itu bangunkanku dari mimpi pendekku malam tadi. Kubuka kedua mataku lalu kuarahkan pada sosok yang tengah meringkuk di sebelahku bak udang manis pedas di Resto Sea Food. Rupanya Ibuku masih terlelap. Akhirnya kusentuhkan tanganku pada kulit Ibu, mengikuti jejak sang dingin yang bangunkanku dari mimpi. Berhasil, Ibu akhirnya terbangun. Kulihat Ibu buru-buru menatap wajah polos sang jam dinding kesepian yang menempel pada tubuh dinding berkulit putih. Jam setengah empat, begitu kata Ibu sambil menyuruhku menyiapkan pakaian yang hendak kupakai dalam pengembaraan nanti. Usai aku siap dengan pakaianku, tanganku langsung dibimbing ke kamar mandi guna membinasakan kuman-kuman  dan aroma tak sedap akibat keringat yang menggerayangiku saat aku terlelap dalam tidurku.
            Kini aku telah berubah wujud dari tampang mirip gembel menjadi mirip Mahasiswi yang di-Drop Out dari kampus, hehe. Sebuah celana yang menurut anak Alay alias Anak Layangan biasa disebut celana pensil kini membalutku. Tak hanya itu, sebuah kaus dan jilbab berwarna pink pun membalut tubuh dan kepalaku. Sekedar info, pakaian yang kupakai itu sama seperti pakaian yang kupakai dalam foto profil yang kupajang di Kartunet lho hehe *info gak penting*. Yup, kini aku telah berubah menjadi Ranger Pink dan telah siap berkelana dan membasmi kejahatan. Eits,tapi pengembaraan tak langsung dimulai, santai dulu saja. Jangan biarkan gelas-gelas kaca berisi kopi di atas meja itu tak bertuan. Lebih baik ngopi dulu saja. Yup, akhirnya aku, Ibu, dan Mbah-ku duduk bersama di ruang tamu sambil memegang gelas di tangan masing-masing. Sebenarnya aku tak seragam dengan dua orang kaum hawa yang ada di hadapanku. Ya, aku tak ikut menyeruput secangkir kopi, aku hanya menyeruput secangkir the hangat. Berhubung si Glaukoma suamiku tak menyukai kopi, akhirnya aku pun tak berani menyeruput minuman yang dulu rutin kuseruput sebelum akhirnya si Glaukoma mempersuntingku menjadi istrinya. Dari pada suamiku itu mengamuk dan mengobrak-abrik mata serta kepalaku, lebih baik kuhindari saja minuman itu.
            Telah lebih dari lima kali bibirku beradu dengan bibir gelas kaca berisi the hangat, telah terlontar pula beberapa tema dari bibir Ibu dan Mbah-ku sebagai tema diskusi mereka pagi ini. Mulai dari masalah rumah tangga, ekonomi, bisnis, sampai politik mereka bahas setajam Silet. Ah, dari pada aku tersayat-sayat oleh kalimat mereka, lebih baik aku bermain-main saja dengan lamunanku. Kuseruput terlebih dulu the hangat-ku sebelum memulai lamunanku. Seiring dengan kehangatan yang masuk ke dalam tenggorokanku, beberapa keeping peristiwa yang terekam dalam ruangan ini pun masuk ke dalam ingatanku. Ruangaan ini mengingatkanku pada peristiwa semalam. Ada peristiwa seru yang terjadi semalam sebelum akhirnya aku meringkuk di atas pembaringan. Seorang anak berumur 10 tahun itu kembali menari dalam ingatanku. Iyuz, itulah nama anak itu. Ada yang special dari anak chineese itu, dia adalah seorang anak yang menderita Down Syndrome. Meski dia menderita Down Syndrome tapi keceriaan dan keaktivan-nya tak kalah dengan anak lainnya. Padaku ia menunjukkan tarian Caia-Caia ala Briptu Noorman. Dengan lincahnya ia bergaya sambil melantunkan lagu India itu dengan kalimatnya sendiri. Aku, Ibu, Mbah dan sang Ibunda Iyuz terkekeh melihat aksi siswa SLB itu. Meski aku tak bisa melihat gaya si Iyuz, tapi aku bisa membayangkan gerakan yang dipamerkan anak laki-laki itu. Tak hanya itu, ia pun mengajakku bermain ala pelayan dan costumer di sebuah Resto. Dia berlakon sebagai pelayan, dan aku berlakon sebagai seorang costumer. Wah, seru. Anak berkubutuhan khusus itu benar-benar cerdas. Dari sosok Iyuz itu aku semakin yakin bahwa anak-anak yang dianggap memiliki dunia-nya sendiri macam Iyuz ini tetap sama seperti anak-anak lainnya, tetap ceria dan memiliki kelebihan juga.
            Tik-Tok-Tik-Tok…sang waktu perlahan mulai mengusir tumpukan menit. Berhubung tumpukan menit itu mulai habis dan hitungan jam mulai dating, aku dan Ibu memutuskan untuk segera bertolak ke Stasiun. Sebuah tas yang didominasi warna pink dan coklat muda langsung kugendong di punggung. Dan sebuah tas berisi Laptop kugantung di pundak sebelah kananku. Yup, kami siap mengembara !! Eits, jangan lupa pamit dulu kepada Mbah tercinta….Kalau sudah selesai, let’s go !
            Tak lama setelah berpamitan pada Mbah, kini aku dan Ibu telah berada di Stasiun dan siap menukarkan si “money” yang sejak kemarin sudah dikerangkeng dalam dompet Ibu dengan sebuah tiket perjalanan kereta api menuju kota yang memiliki objek wisata bersejarah Lawang Sewu. Tiket kereta api bisnis rencananya akan kami pesan, itu tandanya cukup menggelontorkan uang lima puluh ribu saja. Tapi malang sungguh malang….tiket yang kami inginkan telah sold out. OMG, terus bagaimana? Terpaksa ambil tiket kereta Eksekutif Kaligung Emas yang tentu harganya lebih mahal dari kereta bisnis. Glotak, uang seratus ribu kini menghuni kotak uang si penjual tiket di loket pembelian. Alamak, niat ingin ngirit malah ngorot. Tapi tak apalah, dari pada waktu belajarku di Semarang tersita gara-gara menunda keberangkatan, lebih baik relakan saja uang seratus ribu itu. Toh keretanya sama-sama bernama Kaligung haha.
            Singkat cerita, kini aku dan Ibu telah menghuni sebuah tempat duduk empuk di salah satu gerbong kereta api yang akan mengantarku ke Stasiun Poncol Semarang. Udara sejuk sang AC akhirnya bisa aku hirup setelah menunggu lama si Kaligung yang terkena Trouble. Bosen, trouble terus. Benar kata neng Lenka, dia bilang Trouble is A Friend. Betul neng Lenka, lagunya tepat. Ah, kenapa jadi membahas lagu sih, lupakan soal neng Lenka itu, sekarang lebih baik focus pada pengembaraan ! Ngung jegjeg ngung jegjeg…apaan tuh? Itu suara kereta apinya. Anggap saja bunyinya seperti itu *maksa haha*. Kereta terus melaju melewati hamparan sawah yang tersenyum di kiri dan kanan. Lihatlah, ada sungai yang mengalir, ada sawah yang dipenuhi palawija, wah bahkan ada laut di sebelah tubuh si Kaligung Emas. “Kok kamu bisa tahu, Ka?” Tanya si Telor mata sapi yang sedang tergeletak di atas piring berisi nasi goring di hadapanku. “Iya, mata kamu kan error, masa iya kamu bisa lihat pemandangan-pemandangan itu? Ngaco ah !” tambah sendok dan garpu, angkat bicara. “Hush, jangan buka kartu dong, anggap aja aku bisa lihat haha” kataku pada si sendok dan garpu. Ya, meskipun aku tidak bisa melihat pemandangan itu secara langsung tapi aku bisa melihat pemandangan itu dari piringan hitam dalam ingatanku. Aku tinggal memutarnya dan secara otomatis pemandangan itu terhampar dalam anganku. Maksudnya opo kuwi? Maksudnya, dulu aku pernah ke Semarang naik kereta dan kulihat pemandangan-pemandangan yang kudeskripsikan macam tadi. Nah, sekarang tinggal putar saja pemandangan itu di awing-awang hehe. Ah, si Eka mulai ngaco nih nulisnya *padahal dari awal tulisannya emang udah ngaco haha*.
            Alhamdulillah *tanpa gaya Syahrini*, perutku kenyang setelah menyantap sepiring nasi goring yang dipesan dalam kereta. Kini saatnya merelaksasi diri sambil ditemani oleh alunan lagu “Alamat Palsu” yang mengalun entah dari mana. Haha siapa juga tuh yang memutar lagu Ayu Ting Ting di dalam kereta, ketahuan nge-fans berat tuh nampaknya. Hmm, saatnya bersantai. Tik-tok-Tik-Tok…jarum jam berdetak entah dari mana. Seiring detak itu, kedua mataku yang bersembunyi di balik kacamata mulai tergulung. Perlahan aku mulai masuk ke dalam alam bawah sadar alias tertidur. Tapi tiba-tiba ada suara yang menjerit dari dalam tasku, jeritannya mirip jeritan para “Bencis” yang dikejar Satpol PP. Aku langsung membuka kembali mataku. Kuraih tas-ku lalu kukeluarkan benda yang mengeluarkan jeritan beberapa saat lalu itu. Ternyata ada sebuah amplop yang mampir di inbox Handphone putih-ku. Amplop itu isinya apa ya, si “money” kah? Hmm, kalau isinya si “money” berarti lumayan bisa menemani “money-money” yang sedang dikerangkeng di dalam dompet Ibu. Hush, ada-ada saja, isinya ya pesan lah. Okay, mari dibuka, silahkan Mbak bacakan SMS itu padaku. Dan mulailah si Cross *nama Handphone-ku* membacakan SMS itu dengan suara gadisnya. Wah, kaget…kaget…kaget…speechless…speechless…speechless…benarkah dia yang mengirimiku SMS itu? “Cie..cie..cie…gebetannya ya yang SMS? Cihy…” goda si botol air mineral yang sedang dipangku oleh Ibu. “Gebetan? Gebetan dari mana, dari Hongkong kali” kataku pada si botol. “Terus dari siapa? Dari Mas Johan dodolmu itu ya?” goda si botol sekali lagi. “Rumpi deh si botol, udah kayak emak-emak aja” batinku. “What, Johan? Kalau dia yang SMS berarti dunia mau kiamat. Gak ada sejarahnya tu anak SMS aku, bales SMS yang kukirim aja udah untung” jawabku sedikit bersedih. Ah, kok jadi curcol sih. Fokus ! Bukan gebetanku apalagi mantanku yang mengirim SMS itu, tapi ada yang lain yang benar-benar surprise untukku. Mbak Angel alias Little Angel, dialah pemilik SMS itu. Tentu nama Little Angel sudah tidak asing lagi di jagat per-curhatan Kartunet. Nah, bukan hanya nama di balik SMS itu saja yang surprise untukku, tapi isi SMS nya pun tak kalah surprise. Mbak Angel menawariku bantuan untuk mencarikan bekal guna berkelana ke Semarang. Ya ampun , Mbak Angel baik sekali. Kami belum pernah bertatap muka tapi dia sudah bersedia membantuku. Mimpi apa aku semalam? Tapi malang sunggung malang, aku sudah berada di atas kereta. Dan kebetulan aku sudah memiliki bekal. Jadi aku katakana saja yang sesungguhnya. Wah, aku benar-benar bahagia mendapat SMS darinya, support nya itu lho tak pernah putus ditaburkan padaku. Aku bisa merasakan niatnya untuk membantuku dan itu terlihat dari usahanya mencari nommorku. Demi membantuku Mbak Angel sampai harus meminta nomorku kepada yang lain *konon Mbak Angel meminta dari Esa*. Hiks..hikss…aku jadi terharu. Begitu banyak orang yang peduli padaku. Terimakasih banyak ya Mbak Angel dan semuanya.
            Cekittt….tubuh panjang si Kaligung terhenti di sebuah Stasiun bernama Poncol. Beberapa penumpang terlihat turun dari kereta, termasuk aku dan Ibu. Sambil berpegangan pada lengan Ibu, aku melangkah di antara lautan manusia yang bercokol di Stasiun. Hmm, udara pagi kota Semarang menghempas tubuhku seirama dengan beberapa pejuang kehidupan yang menawariku Taxi, becak dan ojek. Dan pilihan kami jatuh pada sebuah Taxi. Setelah mengutarakan tujuan kami, aku dan Ibu pun kemudian tenggelam ddalam Taxi yang sudah kami pilih. Keempat roda Taxi tanpa AC ini terus berputar di atas aspal kota Semarang yang panas tapi sejuk oleh ratusan Mahasiswa yang berkreasi dengan pengetahuannya di beberapa Perguruan Tinggi yang tersebar di seluruh penjuru Semarang. Tak banyak kalimat yang kulontarkan pada Ibu, begitu pun dengan wanita berumur 44 tahun itu. Kami sibuk dengann lamunan kami masing-masing. Tak lama kemudian, Taxi yang sedang kutumpangi terhenti di sebuah tempat yang tak kutahu bagaimana rupanya. Kuyakin ini adalah tempat yang kami tuju, Jl. Badak 3 no 62 Semarang. Alhamdulillah sampai juga J
            Huah, pegel banget deh nulis dari Tegal sampai Semarang hehe. Udahan dulu kali ya cerita untuk part kali ini. Nanti disambung lagi. Pengembaraan masih berlanjut kok. Okay okay sekarang bubar dulu aja ya, yang mau masak buat suami tercinta silahkan masak dulu, yang mau nyuci baju silahkan nyuci dulu, yang mau ngerjain tugas monggo dikerjakan dulu tugasnya, yang mau tetap nongkrong disini yo monggo. Yang mau corat-coret juga boleh, silahkan corat-coret di kotak komentar J
            Makasih banyak ya yang udah mau baca tulisan gak jelasku itu, seperti biasa mohon maaf kalau tulisanku marusak mata dan telinga kawan-kawan Kartuneters semua hehe….Sampai jumpa di part selanjutnya…
Salam Akselerasi!
Dipostkan juga di www.kartunet.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar