Tetesan hujan tergerai menjuntai dari langit ke tanah juga
aspal. Mencipta aroma tersendiri, mendatangkan memori tentang apa-apa yang
telah terjadi. Sedikit lengah, pikiran akan segera dicuri oleh nakalnya memori-memori.
Setelah itu, hanyut sudah terbawa arus pikiran yang entah dimana akan bermuara.
Jika sudah begitu, pintar-pintarlah meramu pikiran, jangan sampai gelombang
lamunan dating, yang sisanya pasti berupa puing-puing kegalauan atau sekedar
helaan nafas panjang.
Sementara di luar sibuk dengan bulir bening dari langit, di
kamar berukuran 3x3 meter ini, aroma susu coklat hangat justru menyeruak. Aroma
itu bergoyang, meliuk dari satu sudut ke sudut lainnya. Erotis, menggoda indera
penciuman. menciptakan gairah tersendiri bagi jiwa-jiwa yang tengah dicumbu
oleh lembab serta dinginnya dinding kamar. Aroma susu coklat hangat itu
benar-benar sensual bagai Geisha yang harus menari untuk si hidung belang. Aku
yang diibaratkan si hidung belang yang tengah binal ini sepertinya memang harus
berterimakasih pada Geisha yang menjelma pada susu coklat hangat itu. Betapa
tidak, andai aroma susu coklat hangat itu tak meliuk dan menggoda indera
penciumanku, tentu pikiranku telah binasa dicuri oleh memori yang dating karena
dahsyatnya gelombang lamunan.
Puing-puing kegalauan itu memang tak Nampak. Entah tertutup
cumbuku pada bibir cangkir merah jambu yang menampung gairah kehangatan susu
coklat, atau kegalauan itu memang sudah binasa tertinggal di alam mimpi ketika
aku terlelap malam tadi. Ya, malam tadi pikiranku memang sempat dicuri, yang
kemudian pada akhirnya membuatku hanyut dalam lamunan. Titik galau, disitulah
lamunan itu menjatuhkanku kemudian. Namun, moment itu adalah moment malam tadi.
Jika sekarang, titik galau itu tak lagi Nampak, dan aku tak tahu dimana galau
itu tertinggal.
Perlahan kuseruput kehangatan susu coklat pada cangkir merah
jambuku. Seiring susu coklat yang mengalir di tenggorokanku, kehangatan juga mengaliri
setiap sudut rongga itu. Benar-benar rileks kurasakan setiap otot badanku meski
kusadari betul bola mataku tak begitu bergairah teerbuka lebar. Maklum saja,
malam tadi aku sulit terpejam. Tak hanya karena puing-puing kegalauan sisa
lamunan saja yang mengganggu, melainkan insomnia yang memang belakangan ini tengah
melanda.
Aku masih binal sebetulnya. Gairah secangkir susu coklat
hangat itu masih merajai indera penciuman yang berlanjut ke indera perasa di
bibir dan lidahku. Benar-benar membuatku kecanduan. Namun aku tak lantas
menyeruput dan menghisap cairan manis itu dengan membabi buta. Bermain elegan,
kini gaya permainan itu yang kugunakan. Kubiarkan aroma susu coklat hangat itu
tetap meliuk di kamarku. Kubiarkan keerotisannya merajai dinginnya dinding
kamarku. Kubiarkan aroma itu menari dengan iringan suara keyboard yang
berteriak manja karena sentuhan jemariku. Kubiarkan semuanya berpentas sesuka
hatinya. Kemudian kubiarkan pula diriku tenggelam dalam hingar binger dunia
maya dengan tetap sesekali mencumbu bibir cangkir merah jambuku dan tentu saja
menghirup cairan manis hangat di dalamnya.
Dunia maya masih tetap ramai. Pagi, siang dan malam dunia
itu memang selalu gemerlap dan penuh kasak-kusuk. Perlahan namun pasti,
kujejaki setiap link yang ada demi mencari kepuasan baik berupa informasi
perkuliahan, organisasi atau pun sekedar mengisi gemerlapnya dunia maya dengan
pesona postingan-postinganku. Cukup lama kujejakkan kursorku pada link-link
yang ada sampai akhirnya link-ku terhenti pada sebuah notifikasi yang tak
perawan lagi. Pasalnya malam tadi aku telah membuat notifikasi itu tak lagi
perawan. Notifikasi itu terpampang di Facebook dengan nama akun “Ekka Pratiwi
Taufanty”. Notifikasi itu seyogyanya adalah notifikasi yang dilempar oleh admin
dari grup Fakultas dimana selama setahun lebih ini aku menimba berliter-liter
ilmu.
“Kemahasiswaan FIB Dinus”…itulah nama grup yang
notifikasinya telah kuperawani malam tadi. Grup yang kerap membagi informasi seputar Fakultas Ilmu
Budaya Univ. Dian Nuswantoro Semarang atau pun seputar UDINUS secara general
itu malam tadi membagikan informasi perihal Pekan Ilmiah dan Seni yang diselenggarakn
oleh UDINUS. Malam tadi sebetulnya aku sudah sangat lupa diri menelanjangi
setiap informasi yang disuguhkan pada website Biro Kemahasiswaan UDINUS, namun
titik kepuasan belum sempat kuraih. Ada beberapa informasi mengenai Pekan
Ilmiah dan Seni tersebut yang belum kufahami. Selain belum faham, sebetulnya
aku masih ragu dengan cabang perlombaan yang akan kuikuti.
Ada beberapa cabang perlombaan yang disuguhkan pada Pekan Ilmiah
dan Seni tersebut seperti Desain Motif Batik, Baca Puisi, Debat Bahasa Inggris,
Film (Dokumenter, Animasi), Fotografi, Karya Tulis Ilmiah, Kemanan Jaringan,
Komik Strip, Lukis, Menyanyi Tunggal, MTQ, Pengembangan Game/Permainan,
Penulisan Cerpen, Penulisan Lakon, Penulisan Puisi, Poster, Rancangan Inovasi
dan Perangkat Lunak, Robotic Algorithm Contest, Tari dan Vocal Group.
Benar-benar variatif! Kurasa tak ada alas an bagi mahasiswa dari Jurusan Sastra
untuk mengikuti ‘pesta’ tersebut, sebab dari sederet cabang perlombaan yang
ada, ada cabang-cabang perlombaan yang relevan dengan jurusan sastra, meski
tidak menutup kemungkinan kita pun dapat mencoba perlombaan yang tidak sesuai
dengan disiplin ilmu yang kita miliki. Namun…entah berdosa atau tidak
pernyataanku ini…banyaknya cabang perlombaan yang menarik justru membuatku
sulit menentukan pilihan. Rasa-rasanya ingin kuikuti seluruh perlombaan yang
ada meski kusadari kemampuanku tak sebesar rasa inginku (lucu).
Ada beberapa cabang perlombaan yang “Kemayu” dan melirik “Nakal”
ke arahku sebetulnya. Beberapa cabang perlombaan yang terus menggodaku sejak
notifikasi dari Kemahasiswaan FIB Dinus itu masuk ke akunku adalah cabang
perlombaan seperti Karya Tulis Ilmiah, Penulisan Cerpen, Penulisan Puisi,
Penulisan Lakon dan Baca Puisi. Kelima cabang perlombaan itu benar-benar penuh
gelora. Aku benar-benar tak kuasa menahan lirikan dari kelima cabang perlombaan
itu. Tak hanya itu, senyumnya yang melambai di antara penatnya beberapa proyek
“PKM” yang tengah kugeluti bersama kawan-kawan, seolah menjadi sumber mata air
di tengah gurun pasir. Meski demikian, aku tak lantas lupa diri dan dengan
gampang menuliskan namaku di kolom pendaftaran. Aku butuh waktu dan masukan
dari kawan serta beberapa pihak lain.
Aroma si coklat manis tak sekuat sebelumnya. Rupanya ia
telah lunglai. Layu tanpa gairah, bagai Mawar yang dipetik paksa kemudian
dilempar ke tengah terik matahari. Aroma susu coklat itu tak lagi meliuk-liuk
di kamarku. Hidung belang ini tak lagi digoda si Geisha! Pesonanya hilang, mungkin
saja…ya, mungkin saja. Namun, apa gerangan yang membuatnya lunglai dan layu
serta tak bergelora lagi?
Kuseruput lagi secangkir susu coklat yang rupanya tak
sehangat sebelumnya. Nyaris dingin ia kini. Ah, aku baru ingat bahwa sudah
lebih dari 20 menit kubiarkan bibir cangkir merah jambuku kering. Rupanya aku
bukan hidung belang kelas kakap. Bermain elegan saja aku tak mampu.
Ah…sudahlah!
Kemudian kutinggalkan cangkir merah jambu yang masih
menampung si coklat manis itu. Kini pandanganku focus lagi pada monitor
laptopku. Kini pikiranku tajam menghujam informasi Pekan Ilmiah dan Seni di
kampusku. Ya, seperti yang telah kukatakan, ada lima cabang perlombaan yang
melirik penuh makna ke arahku. Apakah itu pertanda? Apakah jika aku balik
melirik dan tersenyum padanya maka aku akan mendapatkan imbalan? Akan menjadi
juara kah kelak jika kuikuti kelima cabang itu? Mungkin saja ya, namun besar
pula kemungkinan untuk gagal. Namun, bukankah mimpi tak kan terhenti sebatas
menang dan kalah?
Kupikirkan kemudian perihal perlombaan apa yang akan
kuikuti. Yang jelas, aku punya alas an dan pertimbangan untuk kelima cabang
perlombaan itu. Dan kalau boleh sedikit arrogant, kukatakan aku suka “Tulisan”!
Artinya????
Artinya…kelima cabang perlombaan itu tidak lepas dari tulisan,
dan yang berkaitan dengan tulisan, aku akan sangat tergoda. Namun kusadari
betul suka saja tidak cukup. Perlu tambahan rasa. Lalu sudahkah kumiliki
tambahan penyedap rasa itu? Hmm, aku tak yakin.
Tak yakin? Lalu bisakah hidup tanpa adanya keyakinan???
Ok, aku harus yakin. Dan sementara ini yang baru kuyakini
adalah tiga cabang perlombaan yaitu Karya Tulis Ilmiah, Penulisan Cerpen dan
Penulisan Puisi. Untuk dua yang tersisa, kubiarkan mereka tenang dalam
masa-masa pertimbanganku. Kuharap aka nada kekuatan baru yang mendorongku untuk
mengambil mereka sekalian.
Sebetulnya aku memutuskan hal itu karena sebuah kekuatan
besar. Awalnya aku benar-benar tak bias mempercayai kekuatan yang ada pada
diriku. Tiap kali ingin melakukan apa pun selalu diliputi rasa takut dan tidak
percaya diri. Namun, beberapa hari ke belakang, ada good news yang benar-benar
bias dijadikan dynamo penggerak keberanian dan rasa percaya diriku. Good news
itu adalah good news mengenai lolosnya tim Proposal Kewirausahaan yang kubuat
bersama tiga lelaki tampan lainnya seperti Ari Triono, Faisal Ramadhan dan Agus
Purwanto. Proposal Kewirausahaan yang kami beri judul “Nugget Herbivora”
tersebut rupanya lolos seleksi dan berhasil didanai oleh diknas. Dari
selentingan yang ada, kabarnya dana sebesar 10 juta akan diglontorkan untuk
mendanai proyek kewirausahaan kami. Kami tak pernah menyangka akan mendapatkan
dana itu mengingat pesaingnya begitu banyak. Jangankan mempercayai akan lolos
hingga didanai, percaya untuk lolos tingkat universitas saja tak pernah kami
bayangkan.
Yang kami lihat dari lolosnya Proposal Kewirausahaan kami
tersebut bukanlah nominal dana yang kami dapat, melainkan pembuktian diri yang
tak pernah kami pikirkan sebelumnya. Ya, dari apa yang telah kami lakukan
tersebut, kami (khususnya aku) dapat mempercayai diri sendiri bahwa sebetullnya
kekuatan dahsyat ada pada diri setiap individu. Dengan kata lain, setiap
individu punya kemampuan meski selama ini kami merasa kami hanya mahasiswa
biasa dan tak popular di kampus (hehehe), namun nyatanya kami bias melakukan
sesuatu. Karena itulah, pada moment Pekan Ilmiah dan Seni ini aku ingin kembali
membangkitkan kepercayaan diri dengan berkaca pada lolosnya “Nugget Herbivora”.
Bukan bermaksud arrogant, terlalu PD atau apa lah namanya, namun aku hanya
ingin kembali melakukan pembuktian diri, bukan untuk disombongkan atau dipuji,
melainkan lebih kepada pembuktian diri untuk diri sendiri agar ke depannya
lebih tegak berdiri.
Jadi, sementara ini, biarkan kugadaikan namaku pada kolom
pendaftaran Pekan Ilmiah dan Seni dengan tak lupa pada tiga cabang perlombaan
yaitu Karya Tulis Ilmiah, Penulisan Cerpen, dan Penulisan Puisi. Selebihnya
biar waktu yang menjawab. Masa-masa pertimbangan masih berlaku. Mungkin saja
beberapa detik setelah ini ada masukan untuk memilih cabang perlombaan yang
masih tersisa. Dan mungkin saja kudapatkan informasi dari kawan-kawan lainnya
perihal pendaftaraan diri mereka di Pekan Ilmiah dan Seni yang cukup menarik
perhatianku ini.
Dan…dengan malu-malu kukatakan (tambahan), sebetulnya “Debat
Berbahasa Inggris” itu mencuri hatiku!! Namun kusadari, aku benar-benar mandul
dalam UDC atau Udinus Debate Club. Jadi, tahun ini bukan tahunku untuk
mencicipi debat itu! (hehehe)
)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar