Senin, 03 Februari 2014

Selayang Pandang Usai Semester Tiga



Masa itu telah berakhir. Hiruk-pikuk pergumulan dengan setumpuk buku telah usai. Keringat dingin yang membanjiri dahi ketika menghadap selembar kertas berhias sederet soal tak lagi jadi soal. Semuanya telah bubar jalan. Terbang meninggalkan jiwa-jiwa muda menuju selembar kertas berisi daftar nilai. Disitulah kelak kami bersorak atau pun berteriak mendamba huruf “D” atau bahkan “E” di daftar nilai berubah. Tak muluk-muluk, “C” saja sudah berucap syukur. Mahasiswa…begitulah kelakar kami para mahasiswa.

Ujian Akhir Semester memang telah usai. Meninggalkan setumpuk nota pembayaran bagi sebagian yang mengikuti program remedial yang tujuan utamanya ingin mengubah nasib baik. Ya, nasib baik dari yang semula “D” menjadi “C” atau yang “C” menjadi “B”. Harga mahal yang harus dibayar demi jamu jitu bernama “Remidial” tak jadi soal bagi kami yang berjuluk “Orang kaya” bagi sebagian orang. Entahlah siapa yang memulai me-generalisasikan julukan bagi mahasiswa di kampus kami. Cukup diamini, tanpa perlu berdali, karena siapa tahu esok saat bangun pagi motor vespa keluaran lama telah berubah menjadi mobil super mewah seperti milik rector kami.

Kini Sistem Akademik di kampus kami laris manis. Jika pada hari biasa banyak yang alergi membuka Sistem Akademik yang sebetulnya canggih itu, tapi di musim Ujian dan update nilai seperrti sekarang ini, system itu laris manis. Kami para mahasiswa rela meninggalkan social media meski hanya 5 menit untuk melihat nilai yang bagi sebagian mahasiswa bias dibilang “Memalukan”, tapi bagi sebagian lagi justru “Membanggakan”. Atau untuk mahasiswa seperti, sebut saja “Joko” jika tak ingin menyebut nama sebenarnya. Joko sibuk membuka system itu dengan dalih mengikuti pendaftaran remedial. Tak hanya Joko sebetulnya yang punya nasib begitu. Ada banyak Joko-Joko lainnya di kampus kami, yang begitulah pekerjaannya, mengengok apakah pendaftaran remidialnya sudah divalidasi dosen atau masih mengambang bagai sepotong sandal jepit bekas di Kali Cisanggarung dekat kampong halamanku.

Melihat sebagian dari kami yang sibuk wara-wiri ke kampus demi mengurus nasib di daftar nilainya yang punya noda “D”, “C”, atau bahkan “E”, sejatinya aku mutlak bersyukur. Tentu aku mutlak melakukannya karena lagi-lagi di semester kali ini pun aku tak perlu repot mengurus yang aneh-aneh *hehehe*. Pasalnya nilaiku memang cukup memuaskan. Semester tiga ini memang semester “Galau” sebetulnya. Semester ini adalah semester “Pengabaian” begitu kata seorang teman yang tubuhnya sexy, berambut keriting, dan berjuluk “Keriting” di CafĂ© Meong Mak’e langganan kami. Awalnya aku sempat melemparkan tanda Tanya padanya. “Pengabaian” apa yang ia maksud? Oh, rupanya beanr juga kata si kriting. Di semester tiga ini memang banyak sekali mahasiswa yang mengabaikan perkuliahannya. Lagi-lagi temanku yang satu itu berhipotesis bahwa semester pertama adalah semester penjajakan/uji coba. Kemudian semester dua adalah fase mulai mengenal dan mengerti system. Dan ini dia fase semester tiga yang justru menjadi fase pengabaian. Menurut hipotesa temanku tersebut, mahasiswa umumnya mengabaikan perkuliahan karena mengganggap bahwa semester dua yang telah lalu, mereka telah cukup membuat bangga dirinya dengan mendapat IP lebih bagus dari semester satu, sehingga semester tiga ini mereka merasa tak perlu lagi “Manut” jadi mahasiswa teladan. Seriously? Untuk jawaban dan kebenaran hipotesa tersebut, silahkan kita Tanya pada diri kita masing-masing.

Sebetulnya apa pun hipotesa dan kegalauan yang telah terjadi di semester tiga ini, aku tak punya alas an untuk tidak bersyukur. Terlepas dari factor “Luck” yang kumiliki atau memang aku memiliki kemampuan untuk mendapat nilai tersebut, segalanya harus kugarisbawahi dengan ucapan “Alhamdulillah”. Dengan nilai yang hanya memiliki dua jenis nilai, yang dari dua tersebut nilai “B” yang muncul satu kali, tentu saja tak ada alas an untuk tidak berucap syukur.

Aku tak berbangga diri dengan nilai tersebut karena kuyakin 100%, ada teman lain yang memang lebih pintar dariku. Tapi, kuingin dengan nilai yang kudapat di semester ini, aku bias lebih menghargai semuanya dan tak lagi mengendorkan “Bolpoint” di tanganku. Bolpoint itu harus terus kugenggam kuat, kugoreskan dengan penuh keyakinan dan tekad di atas lembaran riwayat akademikku, sampai kemudian Bolpoint itu kugunakan untuk melegalkan mimpiku. Ya, kuingin esok lebih baik dan bersungguh-sungguh dalam belajar. Apa yang telah kulakukan sejauh ini sebetulnya belum apa-apa. Aku harus lebih maju demi mimpi dan harapanku.


Catatan Berseri Puisi Diary Si Oneng

Tidak ada komentar:

Posting Komentar