Semarang, 8 Oktober
2015, di kamar kos Nakula Raya...
Dear Cupid,
Cupid, aku
kesakitan...
Cupid, panahmu
terasa sakit menghujam jantungku...
Cupid, boleh kau
lepaskan panahmu?
Cupid, sungguh aku
tak ingin mematahkannya dengan paksa...
Maka...
Cupid, kumohon
tarik kembali panahmu...
Bila hujan mungkin
turun dari balik jendela kamarmu, maka kiranya begitu pula kesedihan itu tumpah
ruah di hatiku. Berjuta rasa berkecamuk dan meronta. Aku kesakitan. Aku merasa
ada panah yang cupid lepaskan tak seindah yang kusaksikan. Panah itu panah yang
tak seharusnya dilepaskan pada masa ini. Panah itu seharusnya panah yang
dilepaskan di masa yang lain.
Hatiku patah dan
rasanya sakit. Aku heran dengan diriku. Aku sudah tahu apa yang akan terjadi.
Aku pun tak pernah mengharap bulan datang di siang hari. Aku biarkan air
mengalir. Aku biarkan angin meniup mesra atau terkadang gila pada daun juga
rerumputan. Aku tak mencoba menghalau. Aku pasrahkan segala pada apa saja yang
tengah berotasi. Namun mengapa terasa menyakitkan?
Patah hati tak ada
yang enak, begitu banyak orang coba katakan. Sakit gigi mungkin lebih terasa
nikmat jika disejajarkan dengan patah hati. Dan faktanya memang demikian. Aku
kiranya tengah patah hati, patah hati pada pemuda yang dalam malamku selalu coba
kuterka bagaimana dirinya.
Dengan apa yang
kulakukan, aku tak mengharap apapun. Dengan apa yang ia rasakan, aku nampaknya
tak begitu pedulikan. Karena aku sudah mampu menerka sebelum dia berkata,
begitulah jawabanku. Namun mengapa patah hati ini cukup mengusikku?
Aku memang patah
hati, namun aku tak ingin detik ini melupakan indahnya pemuda yang kerap kusapa
“My lilboy” dalam diamku. Aku masih ingin mengenalnya. Aku masih ingin meneguk
banyak-banyak pengetahuan serta pemahaman akan setiap sudut kehidupan ini dari
kacamata yang mungkin dapat ia pinjamkan. Sebatas itu, sebab ingin lebih pun
tentu tak mampu.
Deadlock, aku
tengah jumpai itu. Tak mampu lagi aku otak-atik. Sulit kiranya aku berupaya
untuk menjadi satu. Jalan buntu, benar-benar buntu. Kami sama, namun ada hal
paling penting yang kami berbeda. Tak mampu aku mengubahnya. Ah, tidak, kurasa
bukan tak mampu, namun tak sepenuhnya benar-benar mampu. Mungkin aku bisa
mengubahnya dengan mudah. Mungkin aku mampu mengganti diriku agar sama sepertinya,
namun apa guna semua itu jika aku tak sungguh-sungguh dengan perubahan yang
coba kulakukan? Berubah hanya untuk seseorang, tentu Tuhan akan mengecam,
mungkin saja. Maka jikalau pun aku harus berubah, bukan karena seseorang, namun
harus karena tujuan yang paling utama yang punya kuasa sepenuhnya atas diriku.
Maka benar jika kukatakan bahwa aku menemui deadlock.
Sungguhkah deadlock
itu nyata?
Ya, memang nyata,
bahkan sangat nyata, namun fahamilah bahwa bilapun aku telah sama, apakah betul
ia akan mau menjalani semuanya?
Dari jawaban yang
kutangkap, sepertinya tetap sulit. He doesn’t feel the same, and that’s the
point!
Jadi bukan karena
deadlock itu? Entahlah..
Hey, dengarlah..
Dengarlah...
Termasuk kau, cupid
yang kerap nakal sembarangan melepaskan panahmu..
Patah hati ini
hanya sedetik terasa. Percayalah. Malam tadi aku patah hati dan sekarang kurasa
aku kembali jatuh cinta. Omong kosong dengan patah hati. Patah hati hanya akan
terjadi pada mereka yang mencoba memiliki, bukan padaku yang menghargai dan
menyayanginya karena memang dia punya semua yang patut dihargai dan disayangi.
Dengarlah, aku
jatuh cinta, bukan sedang mencoba memilikinya...
So, persetan dengan
deadlock, dunia di balik deadlock itu toh bukan tujuanku!
Omong kosong dengan
patah hati. Nikmatilah setiap rasa yang mengalir dalam pembuluh darah. Tak usah
pikirkan jalinan resmi atau apa namanya, toh itu bukan tujuan. Nikmatilah jatuh
cintamu pada sosok yang sulit disentuh itu. Nikmatilah. Buang jauh-jauh robek
di hatimu karena panah sang cupid yang mendarat kurang sempurna. Lihatlah panah
cupid itu sebagai panah cupid dengan segala apa adanya. Jangan rasakan rembesan
kekecewaan atau apa namanya yang hadir karena panah cupid itu. Nikmatilah
selama dirinya belum terkena panah cupid gadis lainnya. Tak apa orang
menganggap sia-sia, toh mana orang tahu tentang perasaanmu. Yang tahu isi
hatimu ya nampaknya hanya kamu, Nona.
Patah hati, buang
jauh-jauh. Jatuh cinta, lagi, ya tak apa. Jatuh cinta, lagi, dengan pemuda yang
sama yang sedetik lalu kau anggap telah membuat patah hati, tentu tak apa.
Itulah dia. Itulah namanya jatuh cinta. Jatuh cinta bukan menyoal tentang aku
“In relationship” dengan pemuda itu. Jatuh cinta itu menyoal tentang senyum
yang mampu terkembang dengan sendirinya tanpa ada sebab. Ya, senyum yang
tiba-tiba hadir meski hanya mendengar dirinya tengah menyampaikan presentasi.
Itu tak masuk akal, namun disitulah uniknya. Aku mampu tersenyum meski tak ada
sebab. Gila kah? Mungkin saja.
Sudah, sudah, sudah
hentikan upaya untuk menutup rembesan kesakitan di hatiku. Lupakan sakit itu.
Berterimakasihlah pada cupid nakal itu. Lupakan segala robekan itu.
Maka, hey dunia,
kukatakan aku tak patah hati!
I’m hooked on him,
but I think it’s healthy hahahahaha...
Terima kasih
cupid...
Terima kasih my
lilboy (Kuharap kau tak tersinggung dengan julukan itu ehehehe)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar