Rabu, 22 April 2015

TUGAS KULIAH : KLINIK PIJAT "BUDAYA SEHAT", ITU DIA TARGETKU!

Hi sahabat! Ini nih kali ini gue bakalan coba posting salah satu tugas kuliah gue. Tugas ini adalah tugas matkul Kewirausahaan. Gue and temen-temen sekelas emang disuruh observasi tempat usaha gitu, dan hasilnya harus dilaporin ke dosen. Ini dia hasilnya! Check it out!


BAB I                     PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang

Di Indonesia, stigma  terhadap penyandang disabilitas masih sangat kuat. Disadari atau tidak, adanya stigma yang diberikan masyarakat terhadap disabilitas memunculkan diskriminasi, dan para tunanetra menjadi salah satu masyarakat yang harus menelan pil pahit atas adanya diskriminasi tersebut. Bentuk-bentuk diskriminasi yang diterima oleh tunanetra dan disabilitas lainnya adalah diskriminasi dalam bidang pendidikan, kesehatan, akses informasi, akses transportasi, ekonomi dan lain sebagainya. Keseluruh bidang kehidupan tersebut sangatlah penting, terlebih lagi bidang ekonomi dimana ekonomi menjadi salah satu penggerak roda kehidupan.

Terbatasnya kesempatan kerja yang diberikan oleh masyarakat atau pun pemerintah kepada tunanetra adalah salah satu bentuk diskriminasi. Dengan adanya diskriminasi dalam mengakses peluang kerja tentu akan menyebabkan para tunanetra tidak memiliki pekerjaan. Ketika tunanetra tidak memiliki pekerjaan, maka pendapatan mereka pun berkurang, padahal faktor ekonomi harus teruslah berjalan untuk menggerakan roda kehidupan.

Meskipun diskriminasi terhadap tunanetra, khususnya diskriminasi di bidang ekonomi terus berlangsung, para tunaneta tidak berdiam dan berpasrah. Mereka melakukan alternatif pekerjaan yang dapat mereka lakukan, dan tentu saja dapat memutar roda perekonomian mereka. Kewirausahaan di bidang jasa, itulah salah satu alternatif yang dapat tunanetra ambil guna menjalankan roda perekonomian mereka.

Usaha di bidang jasa yang dapat tunanetra lakukan salah satunya yaitu membuka klinik pijat dimana klinik pijat dapat dijalankan secara mandiri oleh tunanetra tanpa memerlukan permodalan yang besar. Selain itu, berwirausaha dengan membukan klinik pijat dirasa tidak akan ada surutnya sehubungan dengan kebutuhan  manusia akan kebugaran serta kesehatan tubuhnya.

Berkaitan dengan usaha klinik pijat tunanetra, penulis mengambil objek observasi seorang tunanetra bernama Indra Kurniawan, S.H., dimana  ia merupakan seorang sarjana tunanetra yang memilih berkecimpung di bidang usaha jasa klinik pijat dari pada menekuni pekerjaan sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Selain itu,  ia tidak hanya menekuni usaha klinik pijat ala kadarnya, namun  ia mampu mendirikan panti pijat dengan pelayanan yang tidak kalah dengan klinik pijat yang dimiliki oleh non-tunanetra.

Dengan adanya contoh tunanetra yang mampu berwirausaha secara mandiri, penulis merasa perlu menggali informasi guna mencari alternatif pekerjaan yang dapat ditekuni oleh tunanetra lainnya. Wirausaha yang dimaksud bukan hanya sekedar wirausaha yang dikelola seadanya, namun harus dikelola dengan manajemen yang profesional.

B.      Tujuan Observasi

Observasi ini bertujuan untuk :
1.       Menggali informasi mengenai alternatif pekerjaan yang dapat ditekuni oleh tunanetra;
2.       Menggali informasi mengenai bagaimana tunanetra mengelola sebuah usaha;
3.       Menggali informasi mengenai kapasitas tunanetra di bidang pekerjaan;

C.      Manfaat Observasi

Observasi ini memiliki manfaat sebagai berikut :
1.       Memberikan wawasan kepada masyarakat mengenai alternatif pekerjaan yang dapat ditekuni oleh tunanetra;
2.       Memberikan wawasan kepada masyarakat mengenai cara-cara tunanetra mengelola sebuah usaha;
3.       Menjadi alat untuk mematahkan stigma di dalam masyarakat mengenai kemampuan tunanetra di bidang pekerjaan;

BAB II                    PELAKSANAAN OBSERVASI
A.      Lokasi Dan Waktu Observasi
Observasi ini dilakukan di klinik pijat tunanetra “Budaya Sehat” pada Sabtu, 4 April 2015. Klinik pijat tunanetra “Budaya Sehat” tersebut beralamat di Jalan Karang Gawang Baru Raya no. 139, Kelurahan Tambang, Kecamatan Tembalang.

B.      Objek Observasi
Objek observasi penulis adalah Indra Kurniawan, S.H.  ia merupakan seorang tunanetra berusia 35 tahun dan merupakan pemilik klinik pijat tunanetra “Budaya Sehat”. ia bertempat tinggal di alamat yang sama dengan tempat klinik pijatnya beroperasi yaitu di Jalan Karang Gawang Baru Raya no. 139, Kelurahan Tambang, Kecamatan Tembalang.

C.      Tekhnik Observasi
Observasi ini dilakukan dengan cara wawancara secara langsung dengan pemilik usaha dan juga observasi langsung di tempat usaha.


BAB III           HASIL OBSERVASI

Penulis telah melakukan observasi di sebuah tempat usaha yang bergerak di bidang jasa pijat. Tempat usaha tersebut bernama klinik pijat tunanetra “Budaya Sehat”. Pemilik usaha tersebut adalah Indra Kurniawan, S.H., dan  ia merupakan seorang tunanetra yang mengalami ketunanetraan di usia remaja yaitu ketika  ia baru saja lulus dari bangku SMA. Adapun usia  ia saat ini adalah 35 tahun dan telah memiliki dua orang anak.

Menjadi tunanetra di usia remaja tentu saja sempat mengguncang jiwa Indra. Akibatnya  ia sempat galau dan bingung dengan hidupnya, terlebih lagi ketika  ia mengingat masa depan dan roda perekonomian yang harus terus  ia jalankan. Hendak jadi apa, hendak kemana, hendak bekerja apa dan dimana, itulah yang Indra pikirkan. Gelar Sarjana Hukum yang  ia sandang serta prestasi sebagai wisudawan bergelar coumloudy tidak banyak membantu  ia di dunia pekerjaan. Stigma terhadap tunanetra nyatanya masih sangat kuat diberikan oleh masyarakat, khususnya para pelaku ekonomi.

Bayangan masa depan terus menghantui Indra. Pernikahan dan kehidupan rumah tangga yang tentu saja menuntut pemenuhan ekonomi, terus saja  ia pikirkan. Berdiam dan bertahan dengan kondisi yang ada tentu bukan pilihan yang tepat untuknya. Namun harus bekerja apa? Akhirnya di tengah-tengah kegalauannya, ide usaha pun muncul di benak Indra.

“Berwirausaha”, itulah yang Indra pilih. Usaha yang ditekuni  ia sebetulnya merupakan usaha yang banyak ditekuni oleh tunanetra, dan  ia memutuskan untuk membuka klinik pijat tunanetra. Ide usaha itu muncul karena ‘Kepepet’, begitu ia menyebutnya. ‘Kepepet’ disini dapat diartikan bahwa  ia terjebak dalam situasi yang membingungkan; roda perekonomian dan eksistensi diri terus menuntut untuk dipenuhi, maka usaha klinik pijat ini pun tercetuskan. Selain itu, Indra pun ‘Berani’ untuk menekuni usaha ini karena  ia pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan pijat di badan rehabilitasi sosial. Tidak hanya itu, menurut Indra, usaha klinik pijat ini pun tidak membutuhkan modal yang besar.

Dalam mewujudkan ide usahanya, Indra memulainya dengan melakukan konsultasi dengan keluarga dan para senior yang telah lebih dulu berkecimpung di usaha klinik pijat. Setelah itu Indra melakukan persiapan seperti persiapan lokasi dan permodalan. Terkait dengan permodalan, Indra sejauh ini melakukan permodalan dengan jalan modal mandiri. Modal mandiri disini maksudnya adalah  ia menggunakan tabungan pribadinya untuk memulai dan menjalankan usahanya hingga sekarang telah mencapai tahun ke-8.

Indra memilih permodalan mandiri bukan tanpa alasan. Menurut analisanya , usaha klinik pijat tidak terlalu membutuhkan modal yang besar karena usaha klinik pijat merupakan usaha di bidang jasa yang notabene jasa Indra sendirilah yang digunakan. Dalam pengeluaran usaha sehari-hari pun tidak banyak karena lagi-lagi jasalah yang ia gunakan. Modal hanya digunakan untuk kebutuhan listrik dan perlengkapan pijat. Mengenai lokasi, Indra tidak memerlukan banyak modal awal. Klinik pijat ini fleksibel, sehingga  ia dapat memanfaatkan rumahnya sebagai klinik (ketika awal usaha). Seiring dengan berjalannya waktu,  ia dapat menggunakan penghasilannya untuk membeli dan menyediakan klinik pijat yang lebih memadai.

Mengenai tujuan usaha, Indra menyampaikan bahwa tujuan  ia menekuni usaha ini adalah tercapainya kesejahteraan dan terwujudnya masyarakat tunanetra yang mandiri. Kesejahteraan yang  ia maksud adalah kesejahteraan untuk dirinya dan keluarga serta masyarakat.  ia berkeyakinan bahwa ketika masyrakat memiliki tubuh yang sehat dan bugar, maka aspek kehidupan lainnya dapat terpenuhi, dan salah satunya adalah kesejahteraan hidup.

Klinik pijat tunanetra “Budaya Sehat” memiliki latar belakang tersendiri. Indra memberikan nama “Budaya Sehat” untuk klinik pijat miliknya berdasarkan aspek filosofi makna dari nama tersebut. Indra memilih kata “Sehat” karena menurutnya kesehatan itu merupakan faktor penting dalam kehidupan manusia. Manusia perlu sehat untuk bekerja, manusia perlu sehat untuk berkarya, dan lain sebagainya. Sementara itu,  ia memilih kata “Budaya” karena  ia ingin masyarakat memiliki budaya untuk hidup sehat. Secara implisit Indra ingin menyampaikan bahwa melalui klinik pijat tunanetra miliknya,  ia dapat menkampanyekan budaya hidup sehat. Selain itu, kata “Budaya” seolah dijadikan strategi pemasaran oleh Indra sebab sejauh ini klinik pijat tunanetra yang telah ada hanya terpaut dengan kata “Sehat” tanpa memikirkan bagaimana “Sehat” itu menjadi budaya (budaya hidup sehat).

Terkait perijinan, Indra belum mengurus perijinan usahanya. Sementara itu, dalam hal manajemen, Indra mengelola klinik pijatnya secara mandiri, dan hanya dibantu oleh istri. Sebetulnya Indra pernah memiliki karyawan di klinik pijatnya, namun kini karyawan tidak lagi disediakan karena  ia memperkirakan bahwa tenaganya masih sanggup untuk melayani para pelanggan. Mengenai karyawan yang pernah  ia pekerjakan, tunanetralah yang dipilih. Meski demikian, penyediaan karyawan di klinik pijatnya ternyata tidak terlalu memberikan pengaruh signifikan terhadap kliniknya. Hal tersebut dikarenakan  ia memperkerjakan karyawan yang berstatus mahasiswa tunanetra. Berdasarkan pengalaman Indra, mahasiswa tersebut sudah terlalu lelah jika harus melayani pelanggan di tempatnya karena karyawan tersebut juga memiliki aktifitas dan tugas lain sebagai mahasiswa. Sebetulnya memungkinkan untuk Indra memperkerjakan tunanetra yang bukan mahasiswa, namun kebanyakan tunanetra lebih memilih membuka klinik pijat secara mandiri dan tidak terikat dengan klinik pijat milik orang lain. Oleh karena itu, Indra berpikir bahwa lebih baik karyawan ditiadakan di klinik pijatnya.

Berkaitan dengan manajemen, Indra memiliki suatu manajemen keuangan yang  ia rasa cukup baik. Dalam mengelola penghasilannya, Indra selalu menyisihkan uangnya untuk ditabung. Indra tidak akan menggunakan uang yang disisihkan tersebut untuk pos-pos yang tidak seharusnya. Sebagai contoh,  ia membeli kebutuhan rumah seperti perlengkapan mandi setiap awal bulan, maka uang yang disisihkan untuk pos kebutuhan hidup itu harus dikeluarkan pada awal bulan (pada masa dimana waktu untuk membeli kebutuhan hidup tiba). Sedangkan untuk membeli perlengkapan pijat pun Indra sudah memiliki pos-nya sendiri, sehingga penghasilan yang dimilikinya tidak tercampur antara modal dan laba.

Klinik pijat “Budaya Sehat” yang dirintis Indra dapat dikatakan cukup populer di kalangan masyarakat baik di kalangan pegawai negeri maupun masyarakat umum. Hal tersebut terjadi bukan hanya karena “Budaya Sehat” telah berdiri selama 8 tahun, melainkan dipicu oleh pelayanan serta trik marketing yang Indra gunakan. Mengenai pelayanan, Indra menyediakan klinik yang nyaman dan bersih, serta ‘Friendly service’ tidak luput menjadi salah satu trik marketing pria kelahiran Semarang tersebut. Untuk membuat nyaman para pengunjung, Indra menyediakan klinik dengan ruangan yang dilengkapi dengan Air Conditioner. Selain itu, Indra juga menyediakan beraneka ragam judul lagu dari berbagai aliran, dan lagu-lagu tersebut dapat diputar sesuai dengan permintaan pengunjung.

Trik lain yang Indra gunakan untuk membuat pengunjung nyaman adalah ‘Menjadi partner yang nyambung ketika diajak mengobrol’. Indra menyadari betul bahwa pengunjung yang datang ke klinik pijat miliknya berasal dari berbagai kalangan, dan tak jarang orang-orang dengan latar belakang pendidikan yang tinggi lebih banyak membicarakan hal-hal yang sedang hangat, termasuk isu-isu yang berkaitan dengan pemerintahan. Oleh karena itu, Indra berusaha mengkonsumsi berita sebanyak-banyaknya dengan cara membaca koran setiap hari di tablet miliknya. Hal tersebut ternyata dirasa efektif, sebab ketika proses memijat sedang berlangsung, Indra dan pengunjungnya tidak hanya saling diam namun dapat saling berinteraksi membicarakan berita yang tengah hangat. Dari interaksi tersebut, Indra menganalisa bahwa pengunjung nampak rileks dan tentu saja itu dapat membuat proses pijat atau proses penyembuhan lebih mudah dilakukan. Selain itu, Indra menyadari bahwa ketika seseorang sudah merasa nyaman berkomunikasi dan berinteraksi (karena concern terhadap isu yang sama, dalam hal ini berita-berita yang tengah hangat), seseorang tersebut keesokan harinya tidak ragu untuk kembali datang.

Trik lain yang Indra gunakan untuk menarik pengunjung adalah dengan memasang papan nama di tempat yang strategis dimana orang-orang dapat dengan mudah membaca papan nama tersebut. Selain itu, Indra mengaku bahwa lokasi klinik pijat “Budaya Sehat” terletak di tempat yang strategis, dan hal tersebut dapat menjadi salah satu trik untuk menarik pengunjung. Hal lain yang Indra lakukan yaitu membuat kartu nama. Kartu nama tersebut menurutnya dapat membantu proses penyebaran informasi mengenai klinik pijat miliknya, namun itu dulu, ketika di tahun awal ia merintis klinik pijatnya. Di kondisi sekarang, ia lebih memanfaatkan dan merasakan manfaat dari trik pemasaran ‘Mulut ke mulut’. Cara lain yang sedikit agak modern yaitu marketing melalui sosial media. Facebook, itulah media yang Indra gunakan untuk mempromosikan “Budaya Sehat”. Meski demikian, Indra masih menggunakan Facebook pribadi miliknya sebab dengan Facebook pribadi, lebih banyak rekanan yang dapat diberi informasi mengenai klinik pijatnya.

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, pelanggan “Budaya Sehat” berasal dari berbagai kalangan seperti PNS, supir, karyawan kantor, mahasiswa dan lain sebagainya. Indra memang tidak membatasi pengunjung. Perempuan dan laki-laki, anak-anak dan dewasa, semuanya dapat memanfaatkan klinik pijat miliknya, bahkan tidak jarang warga negara asing pun datang ke kliniknya. Untuk regulasi pelayanan, pengunjung dapat langsung datang ke lokasi “Budaya Sehat” atau dapat menelpon dan meminta pijat di rumah masing-masing. “Jemput bola” memang Indra lakukan, namun biasanya tarifnya berbeda. Jika pijat di klinik, tarif yang dipatok adalah Rp 50.000,-, sedangkan untuk pijat di rumah masing-masing tarif tersebut masih harus ditambah dengan biaya transportasi tergantung dari jauh dekatnya rumah tersebut. Jika disuruh memilih, Indra mengaku lebih senang mendapat pelanggan langsung di klinik karena ia tidak perlu mengeluarkan tenaga lebih untuk mobilitas ke tempat pelanggan. Dengan pelanggan bervariatif tersebut, paling tidak Indra mendapat 2 orang pelanggan, namun berbeda cerita jika hari sedang ramai.

8 tahun telah Indra jalani sebagai pemilik klinik pijat tunanetra “Budaya Sehat”. Suka duka telah ia rasakan, dan kendala pun tentu pernah ia rasakan. Kendala terbesar yang ia hadapi adalah pada tahun pertama ia merintis klinik pijat tersebut. Ketika itu, masyarakat belum mengenal “Budaya Sehat”, sehingga tidak banyak orang yang datang ke kliniknya. Namun ia berupaya mengencarkan promosi kepada siapa saja yang ia kenal, dan tentu saja dengan trik yang sudah dipaparkan pada paragraf sebelumnya. Dari keteguhan dan keuletan Indra, perlahan-lahan masyarakat mulai mengenal “Budaya Sehat” hingga sekarang. Kendala lain yang Indra rasakan adalah ‘Kenakalan pelanggan’. Indra kerap menjumpai pelanggan yang ‘Nakal’ yaitu mereka tega memberikan uang yang tidak sesuai dengan tarif. Biasanya mereka yang ‘Nakal’, memasukkan uangnya ke dalam amplop, dan ternyata ketika diperiksa di rumah, uang tersebut jauh berbeda dengan tarif yang telah ditentukan. Kendala terkait ‘Kenakalan pelanggan’ tersebut biasanya terjadi pada para pelanggan baru yang meminta pijat di rumahnya, bukan di kliniknya. Untuk mengatasi kendala tersebut, Indra berusaha lebih hati-hati jika ada pelanggan baru yang meminta pijat di rumah. Indra akan membawa ojek pribadi yang tentu saja dapat dipercaya sehingga ketika proses pembayaran dilakukan, Indra dapat langsung mengecek kesesuaian antara uang yang diberikan dengan tarif yang ditentukan.

BAB IV          PENUTUP
A.      Kesimpulan
Setelah melakukan observasi dengan Indra Kurniawan, S.H., pemilik klinik pijat tunanetra “Budaya Sehat”, penulis menemukan beberapa hal yang dapat dijadikan pegangan di dalam berwirausaha. Peka dalam membaca peluang dan berdayakan potensi dalam diri, itulah yang penulis dapat temukan. Peka membaca peluang, kata-kata tersebut telah banyak didengungkan kepada setiap orang yang ingin berwirausaha, namun kita seharusnya tidak hanya mampu membaca peluang tanpa mau melakukan terobosan. Indra dapat membaca peluang yang dapat ia ambil meskipun sebetulnya peluang tersebut sudah banyak diambil pula oleh orang lain, namun Indra berani melakukan terobosan yaitu dengan menyediakan pelayanan yang lebih dari pelaku bisnis klinik pijat yang lainnya.

Sedangkan untuk “Berdayakan potensi dalam diri”, penulis menyimpulkan bahwa untuk berwirausaha atau untuk mendapatkan penghasilan tidak perlu menunggu orang lain yang memberdayakan. Kita harus dapat melihat potensi apa yang ada dalam diri kita, dan cobalah untuk mengembangkannya. Khususnya untuk tunanetra, tidak perlu menunggu lapangan pekerjaan yang diberikan oleh pemerintah atau masyarakat yang sebetulnya masih memiliki stigma yang kuat terhadap tunanetra. Tunanetra harus mencoba melihat potensi yang dimiliki dan kembangkanlah, sebab dengan seperti itu, tunanetra dapat memiliki penghasilan dan disardari atau tidak, stigma perlahan akan patah seiring dengan eksistensi tunanetra di dunia pekerjaan.

B.      Saran
Penulis memberikan saran terkait dengan objek observasi penulis. Berdasarkan observasi, penulis menemukan fakta bahwa objek observasi penulis belum mengurus perijinan untuk usahanya. Menurut penulis, Indra Kurniawan, S.H., selaku pemilik klinik pijat tunanetra “Budaya Sehat” perlu mengurus perijinan sebab usahanya telah berdiri cukup lama yaitu 8 tahun dan telah memiliki banyak pelanggan. Jika perijinan telah dimiliki, penulis beranggapan bahwa pemilik usaha akan lebih tenang dan mantap dalam menjalankan usahanya tanpa takut terjadi apa-apa di kemudian hari.

Saran lain yang penulis berikan yaitu untuk mata kuliah “Culture Preneurship” yang tengah penulis ikuti. Menurut penulis, para mahasiswa yang mengikuti kelas Culture Preneurship perlu mendapatkan bekal lebih terkait bagaimana mengelola suatu event. Sejauh ini dosen telah memberikan banyak bimbingan dan arahan, namun secara bekal materi yang lebih detail belum maksimal dirasakan oleh penulis. Dari sekian mahasiswa yang mengikuti mata kuliah Culture Preneurship, belum tentu seluruhnya mengerti tentang kepanitian di dalam suatu acara dan bagaimana suatu acara harus berlangsung.


DUKA TUNANETRA : TOLONG! ADA KONDEKTUR NAKAL!

Hi,  sahabat! Aku balik lagi nih. Kali ini aku coba lanjutkan kisah tentang perempuan Tunanetra dan tindak kriminalitas yang ada di Indonesia. Kali ini masih tentang ceritaku sendiri. Yuk langsung aja ke TKP!

Menjadi Tunanetra kini bukan sesuatu yang perlu digalaukan lagi bagi diriku. Menjadi Tunanetra ya menjadi perempuan seperti yang lainnya. Aku pergi ke luar rumah seorang diri, itu hal biasa, termasuk berkendara dengan bis pun sudah lumrah kulakukan. Tapi, siapa sangka aku pernah nyaris dibawa kabur oleh awak bis??

Cerita bermula ketika semester 1 silam. Seperti yang sudah aku ceritakan di part sebelumnya, di awal perkuliahanku aku tinggal bersama orang tua angkatku di Kabupaten Semarang. Otomatis aksesku ke kampus harus menggunakan bis karena jaraknya memang terhitung jauh. Berkendara saja bisamenghabiskan waktu kurang lebih 45 menit, itu untuk kendaraan yang lajunya cepat, tapi kalau untuk yang lajunya bagai siput? Ya sudah bisa dipastikan akan memakan waktu satu jam.

Ketika itu jam telah menunjukkan waktu ashar. Kala itu aku memang pulang sore mengingat pelajaran yang mengharuskan mahasiswanya stay di kampus lebih lama. Nah, ketika pulang, aku menumpang sebuah bis Semarang-Salatiga. Tak ada yang aneh dan asing dengan kendarran satu itu. Aku sudah terbiasa pulang pergi naik bis itu. Alhasil aku pun santai di dalam bis dengan tak lupa menyampaikan tujuanku pada sang kondektur.

Selama perjalanan bis memang terasa lengang. Bis yang berpenumpang banyak biasanya gaduh dan terasa sesak, tapi kala itu aku tak merasakan tubuh yang menghimpitku. Benar-benar lengang, yang kudengar hanya celoteh si kondektur mengajak penumpang di pinggir jalan yang nampak ogah menaiki bis yang sedang kutumpangi. Melihat kondisi bis yang lengang, aku sama sekali tak menaruh kecurigaan, sebab setiap hari kunaiki bis dengan jurusan yang sama, tak satu pun yang berulah kurang ajar padaku. Tapi ternyata prediksiku salah!

Bis berhenti di sebuah tempat. Feeling-ku sebagai Tunanetra merasa bahwa bis tengah terhenti di lampu merah sebuah pasar menuju tempat pemberhentianku. “Sebentar lagi sampai!”, pkirku. Karena merasa sudah sampai pasar, aku pun kembali berujar pada kondektur, “Bang, turun alun-alun ya!”

“Alun-alun masih lama!” jawab si kondektur.

Mendengar jawabannya itu, aku jadi bingung dengan keberadaanku sekarang ini. Aku yang salah atau kondekturnya yang salah??

Akhirnya kuutarakan lagi pada kondektur, “Bang, alun-alun lama lho!”

Lagi-lagi si kondektur menjawab, “Masih jauh, Mbak!”

Mendengar dia yang berujar kalimat yang sama, aku pun diam. Masa iya dia berbohong? Tapi, masa iya perkiraanku salah? Pasalnya ketika bis terhenti tadi, aku mendengar musik khas pasar tak jauh dari tempatku berhenti, tapi si kondektur yang berpenglihatan awas itu menyatakan bahwa alun-alun yang sehrusnya hanya berjarak 500 meter dari pasar sebetulnya masih jauh. Akhirnya aku mencoba percaya pada si kondektur. Tapi feeling-ku terasa tak enak. Aku merasa bis bergoyang seolah sedang mendarat di atas aspal rusak. Bagaimana bisa? Padahal sehrusnya tak ada aspal rusak semacam itu bila ingin menuju alun-alun. Selain itu, perjalanan pun terasa lebih lama dari sebelumnya. What’s wrong?? Aku jadi panik dibuatnya. Bis pun masih terasa lengang. Akhirnya kebranikan berujar kembali pada si kondektur, “Bang, udah nyampe alun-alun belum ya? Alun-alun lama, Bang! Masa lama banget ya!?!”

Seperti anak TK yang kurang daya kreatifitas, si kondektur pun menjawab pertanyaanku dengan kalimat yang sama dari sebelumnya, “Alun-alun lama masih jauh, Mbak!”

Masa iya??? Aku makin panik. Ada yang tidak beres sepertinya. Akhirnya kulontarkan lagi pernyataan seperti sebelumnya. Akhirnya ketika bis terhenti untuk mengangkut seorang penumpang, penumpang itu pun tersita perhatiaannya olehku yang sedikit keras berbicara seraya berdiri dan mengacungkan tongkatku. Melihat aku yang berdiri semacam itu, si kondektur menyuruhku duduk, tapi aku berontak dan minta turun.

“Mau kemana, Mbak?” tanya penumpang yang baru naik tadi.

“Mau ke alun-alun lama!” ujarku.

“Alun-alun lama? Wah, itu udah kelewat jauh, Mbak. Tadi jauh disana!”

Deg! Dadaku langsung sesak mendengar kata-kata penumpang itu. Umpatan dan kutukan pun seolah ingin merangsek keluar menuju muka si kondektur.

“Turun, Bang!” ucapku berbarengan dengan si penumpang tadi. Aku pun turun dengna kesal seraya dituntun menyebrang oleh si kondektur yang telah dimintai tolong oelh si penumpang tadi. Dan kekesalanku tambah berkali-kali lipat ketika kudengar celoteh dari si kondektur.

“Mbak nya udah punya bojo?”

Ah! Apa-apaan dia bertanya hal itu dengan nada ‘genit’??

“Kalau belum punya bojo, jadi bojoku aja yuk, Mbak…” ujarnya lagi.

“Sudah punya!” jawabku begitu gondok seeraya berbohong. Bisa-bisanya dia bertanya hal itu padahal dia sudah salah padaku. Alhasil aku pun celingukan di pinggir jalan di daerah yang tak kukenal. Beruntung ada mas-mas yang menolongku dan menawarkan bantuan padaku. Sebetulnya aku sempat ragu dan takut dibawa kabur oleh mas-mas yang membawa motor itu, tapi aku berusaha berpikiran baik. Alhamdulillah aku diantar sampai ke rumah oleh si mas pembawa motor itu.

Sekian cerita pengalamanku. Hmm, sebenernya sih aku tak ingin buruk sangkat dengan kondektur bis itu, tapi dari gelagatnya benar-benar mencurigakan. Bagaimana bisa dia mengatakan bahwa alun-alun masih jauh, padahal sudah jelas bis telah lewat begitu jauh dari tempat tujuanku. Padahal aku pun berkali-kali bilang padanya, tapi dia selalu menjawab ‘masih jauh’. Tentu aku berpikir bahwa dia akan membawaku entah kemana. Apa lagi kudengar kabar dari ibu angkatku bahwa sedikit lagi bis akan memasuki kawasan yang dipenuhi semak belukar dan tak ada satu pun rumah. Alhamdulillah aku selamat.

 (Tulisan ini diposting juga di Kartunet.com)

Senin, 20 April 2015

MENDADAK ONENG : THIS IS MY TERRIBLE DAY!

Ini ada note jadul, udah lama gitu, tepatnya 2014 aku nulis note ini. Baru sempat kuposting di blong. Semoga masih renyah dan enak dibaca ya :)


Tahu gak? Aku pengen nangis malam ini. Banyak pikiran yang akhirnya menggumpal dan puncaknya ya di malam ini. Mungkin karena kesibukan, alhasil aku yang belum kuat mental jadi tertekan. Oh bener-bener pusing!

Berawal dari beberapa waktu lalu. Selain tugas kuliah, ada tugas di luar kuliah kayak PKM, lomba nulis mewakili UKM Pers kampus, dan juga acara Pekan Ilmiah Kampus. Semua itu bikin aku bahagia sekaligus stres! Aku sadar aku bukan orang yang cekatan. Tiap melakukan sesuatu pasti lemot, apa lagi kalo udah berhubungan sama yang namanya mikir, pasti aku bakalan jadi orang terlemot sedunia. Ya tahu sendiri kan kalo kesemua tugas dan aktivitas yang kupunya itu memerlukan dan menguras otak. Ah, otakku yang pas-pasan ini jadi meledak deh dengan hal yang super bejibun itu. Ya sebenernya kalo dibandingin sama temen-temen lain, tugasku dan kesibukanku gak ada apa-apanya, tapi buatku it’s so ‘wow’!

Mulai dari PKM, yang sebenernya tugasku juga gak berat-berat banget, soalnya dosen pembimbing dan timku juga udah lumayan solid, tapi entah kenapa aku pusing banget. Kepala tuing-tuing googling nyari sumber, nyusun paper dan ah berkutat dengan tulisan ilmiah, rasanya bikin kepala pusing. Trus berlanjut tugas kuliah, ada presentasi, dan ah lagi-lagi aku pusing ngurusin paper begitu! Siang malam depan paper, alhasil stres sendiri deh, sampe-sampe telat 30 menit pas mau presentasi. Oh I was such a stupid girl! Sampe disitu aja udah lumayan bikin badan drop dan pikiran ruwet.

Trus lanjut lagi sama acara Pekan Ilmiah di kampus yang sebenernya aku seneng ikut acara itu. Tapi ternyata mental dan fisikku belum kuat deh kayaknya. Aku stres lho! Gak Cuma itu, aku juga drop! Dan ternyata paper timku yang aku ketuai gagal jadi pemenang. Hmm, rupanya Cuma cukup berbangga lolos 10 besar dari 104 paper se-kampus. Tapi gak cukup berenti sampai disitu. Paper itu rencananya bakalan diajuin ke Dikti akhir maret ini. Waduh, perjuangan belum selesai, dan semoga otakku masih kuat!

Kemrin, kemarin malam tepatnya, aku drop pulang presentasi paper sampe gak masuk kuliah. Untungnya dosen ngasih kebijakan buat mahasiswa yang ikut lomba. Alhasil aku dapet ijin, gak jadi absen deh. Tapi tahu gak sih apa yang terjadi pas aku buka Facebook? Oh no ada yang ngeremove Facebook-ku. Oh nambah-nambahin pikiran aja nih!

Ya aku tahu yang ngeremove tuh dia, seseorang yang sebetulnya paling dekat sama aku. Aneh deh tapi aku ngerasanya. Kenapa sih remove di waktu yang gak tepat? Aturan kalo mau remove tuh ntar aja pas pikiranku plong and gak stres. Kalo kemarin sih Cuma nambah air mata di pipiku aja jadinya. Ya ya ya aku gak habis pikir kenapa dia remove aku, padahal ya seharian itu dia support aku pas aku mau presentasiin paper aku. Hmmm he wore a mask! Hmm dia maen-maen lagi sama yang namanya remove-removan. Udah sering kami saling remove and block meskipun akhirnya nyambung lagi, kayak hati kami gitu LOYa trus aku lupain aja deh soal Facebook. Bukan sengaja dilupain sih, tapi karena emang keetiduran. Trus karena ketiduran itu, alhasil tugas Writing-ku tentang Exemplum Text jadi terbengkalai! Oh, no. How stupid I was! Trus bangun tidur mata jadi sepet, bengkak and kepala pusing. Tapi berusaha kuat, berusaha online, berusaha tetep buka Facebook ehheeh, dan sambil googling meskipun hasilnya nihil. Ya, nihil sampe jam 2.30. Akhirnya tidur sambil nyalain alarm jam 5.10, tapi ternyata bangunnya jam 5.55! Oh, how silly I was!

Trus bangun tidur kepikiran sama tugas Writing karena emang hari Kamis adalah jatah ngumpulin tugas yang sebenernya udah diumumin seminggu yang lalu. Karena bingung, akhirnya telpon seseorang yang remove Facebook aku, tapi tentu gak nyinggung-nyinggung soal Facebook. Tengsin dong kalo sampe bahas itu. Mending pura-pura gak ngeh soal Facebook itu LOL. Jam 5.55 pun akhirnya kami ngobrol di telepon. Dia mau angkat teleponku karena emang hari Kamis kita punya project bareng di kampus. Tapi tahu gak obrolan kita malah nambahin pikiranku?

“Ada tugas Pak Lombok lho!”

Gubrak! Pak Lombok yang notabene dosen Culture Research ternyata ngasih tugas. Bodohnya aku sampe gak ngeh ada tugas ckckck. Otak udah buntu, akhirnya penyakit kambuh; aku bilang dalam hati, “Ah entar aja ngerjainnya di tempat acara!”. Usut punya usut sampai acara berlangsung, sampai pulang ke kos lagi, itu tugas gak dikerjain!

Hari Kamis jam 14.00 akhirnya aku mutusin gak ngumpulin tugas Culture Research karena emang jam 16.20 nya harus dikumplulin sedangkan gak tahu mau ngeprint dimana LOL. Cuek sama tugas itu, karena emang didukung temen yang  juga cuek sama tugas itu. Tapi tulalit tulalit tulalit Hape bunyi dan ternyata tmen ngabarin kalo dia gak jadi ngebatalin mangkir dari tugas Culture research. Ah, aku udah terlanjur gak ngerjain, walhasil tidur aja. Eits, gak tidur deng, ngerjain tugas Writing, ngublek-ngublek google, eh berujung di bantal alias tidur.

Tulalit tulalit tulalit jam 15.40 suara Bang Bruno Mars dengan lagu Treasure nya berdering di Hape-ku. Tandanya alarm bunyi dan aku harus buruan ke kamar mandi. Ah tapi dasar malas. Bukannya langsung bangkit malah Cuma tangan yang bangkit ttrus matiin hape dan tidur lagi. Dan ternyata gubrak, aku bangun jam 16.10, padahal kelas dimulai pukul 16.20. Tanpa pikir panjang, aku langsung buka pintu kamar and ngeloyor ke kamar mandi. Ah sampe di kamar mandi ternyata penuh! Ah aku harus nunggu nih! Untungnya gak terlalu nunggu lama. Masuk kamar mandi Cuma cuci muka and sikat gigi, gak mandi LOL.

Abis pake baju, mau bernagkat eh ternyata di luar ujan. Alhasil sambil pake tongkat plus bawa payung aku jalan di antara guyuran ujan deres plus jalan yang terggenang air. Gak tau deh gimana mukaku pas itu. Celana basah, sepatu basah, tas juga basah. Rada aneh sih, pake payung kok masih basah ya? LOL. Cuek aja deh. Dan sesampainya di depan gedung, aku ribet kayak emak-emak lagi ke pasar. Beresin payung, gak bisa cara nguncupinnya, dan oh damn payungnya basah! (ya iya lah basah, namanya juga abis diguyur ujan).

Cuek aja deh. Dari pada kelamaan dan makin telat, akhirnya aku masukin aja tuh payung basah ke tas. Gak peduli deh kertas dan laptop di dalam tas LOL. Tik tak tuk tik tak tuk, tongkat beradu sama tangga. Dengan suasana dingin, aku nanjak ke lantai tiga. Sesampainya di lantai tiga, oh no, sepi sunyi senyap! Dimana gerangan penghuni Fakultas Ilmu Budaya? Dari pada kelamaan mikir orang-orang Inggris and Jepang, mending langsung capcus cari kelas. Tuk tak tuk tak tuk, nyari kelas dan ternyata nyasar LOL.

Untung ada Ibu dosen yang ngelihat and nganterin aku kelas Pak Lombok. Sesampainya di kelas, dosen udah nerangin panjang lebar. Dan aku cuek gak dengerin, malah asyik ngublek-ngublek google demi dapet tugas Writing tentang Exemplum Text. Tapi gak nemu juga sampai kelas Culture Research berakhir. Oh penonton kecewa dan saya belum beruntung LOL. Selesai kuliah itu, ada temen nanyai tugas Writing, tapi aku jadi bingung kepikiran karena belum ngerjain. Trus aku mutusin pulang aja karena emang celanaku bsah kuyup. Pas pulang, ternyata ada setan merangsek ke mataku, ke tenggorokkanku and ke kepala juga badanku. Glaukoma kambuh, and badan meriang! Oh tanda-tanda gak masuk kelas Translation nih. Bener aja, 18.30 aku gak masuk kelas Translation.

Di kos pengen istirahat karena emang badan gak enak. Trus tetep gak bis aistirahat karena mikirin tugas. Alhasil buka laptop and ngerjain tugas Exemplum itu. Tapi nihil lagi hasilnya! Langka banget sih itu teks! Masih mending disuruh bikin teks exemplum ketimbang nyari di internet!

Tapi aku gak patah arang. Terus dan terus aku mencoba sampe otak butek banget. Dan akhirnya entah apa yang terjadi, jam 08.55 aku bru sadar.

“Aku pingsan ya?” tanyaku pada dinding kamar dengan muka polos menjijikan LOL.

“Pingsan dari Hongkong! Kamu tuh tidur tahu! Itu laptop dibiarin nyala tapi kamu entah kemana!”

Gubrak! Aku tidur lagi? Kebo banget sih. Eits, tapi jangan salah duga dulu. Kali ini tidurnya karena gak enak badan lho. Serius! LOL

Puas tidur, kepala makin pusing, batuk makin menjadi, dan mata makin tegang. Tapi Exemplum terus berdengung di kuping dan kepala. Iya iya, akhirnya kuputisin ngerjain tugas itu lagi. Tik tok tik tok, jam dinding terus bunyi (padahal di kamer gak ada jam dinding). Seiring dengan detak jam dinding, tingkat stresku pun udah nyampe tingkat dewa alias akut parah bingits. Tapi aku gak nyerah, aku terus semangat, aku jadi keinget masa-masa SMA dulu pas ikut pramuka and disuruh merangkak di lumpur, dan aku bisa LOL. Terus berkaca dari pengalaman itu, aku pun berharap aku bakalan meraih sukses yang sama, meskipun ternyata over 12! Ya, jam dua belas udah lewat tapi tugasku belom selesai. Hiks hiks hiks udah pertanda gak dapet nilai joss nih kalo gini ceritanya. Lha deadline pengumpulan tugasnya aja udah kelar. Hiks hiks tapi aku terus ngerjain sampe akhirnya berhasil kirim ke email sang dosen.

Selesai dan beres sama tugas. Sekarang aku malah berlinang air mata. Aku sedih, ngerasa bodoh, ngerasa jadi makhluk silly billy, ngerasa jadi orang gak disiplin, ngerasa punya beban moral sama IP yang lumayan itu. Backsound di kamar jadi melow abis, dan air mata pun meleleh di antara batuk dan pusing. Wah, gayaku udah kayak artis sinetron Cinta Fitri LOL.

Sedih. Aku tuh ceritanya lagi sedih. Di otak tuh kayaknya ruwet banget, malah lebih ruwet dari mukanya Si Udin Se-Dunia. Masih inget gak ya cerlu punyaku yang menang Gebyar Sastra Kartunet tahun 2012 silam yang judulnya “Udin Galau Se-Dunia” LOL. Aku pengen curhat, tapi si emak udah tidur, gak bisa bangun karena emang pagi-pagi buta dia harus ke pasar dan belanja buat jualan nasi demi menyekolahkan anak gadisnya yang cantik tapi norak ini LOL. Mau nelpon someone, hape-nya dinonaktivin gara-gara tadi sore kutelpon. Takut diganggu kali ya. Ya memang ganggu sih, namanya juga udah malem LOL. Trus mau curhat dimana? Mau curhat sama nyamuk juga gak bisa soalnya lagi pada cari mangsa. Terus? Curhat di status Facebook? Ah bisa-bisa ditimpukin orang karena menuh-menuhin home mereka. Ya udah deh, kurasa blog adalah tempat yang tepat.

Agak sedikit plong bisanya kalo udah curhat. Ya semoga sahabat bisa nanggepin. Dan semoga aku bisa fit karena memang jam 11 ada kelas Semantics dan ada evaluasi paperku yang gagal kemarin. Ah harus kuat! Oia, kepada para pembaca, mohon jangan ditiru ya bad habitku di atas! LOL. Hmm tapi overall, aku bahagia bisa bikin PKM sama temen-temen, udah gitu dibimbing sama dosen pembimbing yang care bingits. Aku juga bahagia bisa presentasi depan reviewer dan bisa ikut lomba wakilin Pers kampus plus ikut Pekan Ilmiah dan Seni di kampus.

(Ditulis tahun 2014 di kosan lama, Nakula Raya 2)

Tulisan ini juga diposting di Kartunet.com