BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Di Indonesia, stigma terhadap penyandang disabilitas masih sangat
kuat. Disadari atau tidak, adanya stigma yang diberikan masyarakat terhadap
disabilitas memunculkan diskriminasi, dan para tunanetra menjadi salah satu masyarakat
yang harus menelan pil pahit atas adanya diskriminasi tersebut. Bentuk-bentuk
diskriminasi yang diterima oleh tunanetra dan disabilitas lainnya adalah
diskriminasi dalam bidang pendidikan, kesehatan, akses informasi, akses
transportasi, ekonomi dan lain sebagainya. Keseluruh bidang kehidupan tersebut
sangatlah penting, terlebih lagi bidang ekonomi dimana ekonomi menjadi salah
satu penggerak roda kehidupan.
Terbatasnya kesempatan kerja yang
diberikan oleh masyarakat atau pun pemerintah kepada tunanetra adalah salah
satu bentuk diskriminasi. Dengan adanya diskriminasi dalam mengakses peluang
kerja tentu akan menyebabkan para tunanetra tidak memiliki pekerjaan. Ketika
tunanetra tidak memiliki pekerjaan, maka pendapatan mereka pun berkurang,
padahal faktor ekonomi harus teruslah berjalan untuk menggerakan roda
kehidupan.
Meskipun diskriminasi terhadap
tunanetra, khususnya diskriminasi di bidang ekonomi terus berlangsung, para
tunaneta tidak berdiam dan berpasrah. Mereka melakukan alternatif pekerjaan
yang dapat mereka lakukan, dan tentu saja dapat memutar roda perekonomian
mereka. Kewirausahaan di bidang jasa, itulah salah satu alternatif yang dapat
tunanetra ambil guna menjalankan roda perekonomian mereka.
Usaha di bidang jasa yang dapat
tunanetra lakukan salah satunya yaitu membuka klinik pijat dimana klinik pijat
dapat dijalankan secara mandiri oleh tunanetra tanpa memerlukan permodalan yang
besar. Selain itu, berwirausaha dengan membukan klinik pijat dirasa tidak akan
ada surutnya sehubungan dengan kebutuhan
manusia akan kebugaran serta kesehatan tubuhnya.
Berkaitan dengan usaha klinik
pijat tunanetra, penulis mengambil objek observasi seorang tunanetra bernama
Indra Kurniawan, S.H., dimana ia
merupakan seorang sarjana tunanetra yang memilih berkecimpung di bidang usaha
jasa klinik pijat dari pada menekuni pekerjaan sesuai dengan latar belakang
pendidikannya. Selain itu, ia tidak
hanya menekuni usaha klinik pijat ala kadarnya, namun ia mampu mendirikan panti pijat dengan
pelayanan yang tidak kalah dengan klinik pijat yang dimiliki oleh non-tunanetra.
Dengan adanya contoh tunanetra
yang mampu berwirausaha secara mandiri, penulis merasa perlu menggali informasi
guna mencari alternatif pekerjaan yang dapat ditekuni oleh tunanetra lainnya.
Wirausaha yang dimaksud bukan hanya sekedar wirausaha yang dikelola seadanya,
namun harus dikelola dengan manajemen yang profesional.
B. Tujuan
Observasi
Observasi ini bertujuan untuk :
1. Menggali
informasi mengenai alternatif pekerjaan yang dapat ditekuni oleh tunanetra;
2. Menggali
informasi mengenai bagaimana tunanetra mengelola sebuah usaha;
3. Menggali
informasi mengenai kapasitas tunanetra di bidang pekerjaan;
C. Manfaat
Observasi
Observasi ini
memiliki manfaat sebagai berikut :
1. Memberikan
wawasan kepada masyarakat mengenai alternatif pekerjaan yang dapat ditekuni
oleh tunanetra;
2. Memberikan
wawasan kepada masyarakat mengenai cara-cara tunanetra mengelola sebuah usaha;
3. Menjadi
alat untuk mematahkan stigma di dalam masyarakat mengenai kemampuan tunanetra
di bidang pekerjaan;
BAB II PELAKSANAAN
OBSERVASI
A. Lokasi
Dan Waktu Observasi
Observasi ini dilakukan di klinik
pijat tunanetra “Budaya Sehat” pada Sabtu, 4 April 2015. Klinik pijat tunanetra
“Budaya Sehat” tersebut beralamat di Jalan Karang Gawang Baru Raya no. 139, Kelurahan
Tambang, Kecamatan Tembalang.
B. Objek
Observasi
Objek
observasi penulis adalah Indra Kurniawan, S.H. ia merupakan seorang tunanetra berusia 35
tahun dan merupakan pemilik klinik pijat tunanetra “Budaya Sehat”. ia bertempat
tinggal di alamat yang sama dengan tempat klinik pijatnya beroperasi yaitu di
Jalan Karang Gawang Baru Raya no. 139, Kelurahan Tambang, Kecamatan Tembalang.
C. Tekhnik
Observasi
Observasi ini
dilakukan dengan cara wawancara secara langsung dengan pemilik usaha dan juga
observasi langsung di tempat usaha.
BAB III HASIL OBSERVASI
Penulis telah
melakukan observasi di sebuah tempat usaha yang bergerak di bidang jasa pijat.
Tempat usaha tersebut bernama klinik pijat tunanetra “Budaya Sehat”. Pemilik
usaha tersebut adalah Indra Kurniawan, S.H., dan ia merupakan seorang tunanetra yang mengalami
ketunanetraan di usia remaja yaitu ketika ia baru saja lulus dari bangku SMA. Adapun
usia ia saat ini adalah 35 tahun dan
telah memiliki dua orang anak.
Menjadi
tunanetra di usia remaja tentu saja sempat mengguncang jiwa Indra. Akibatnya ia sempat galau dan bingung dengan hidupnya,
terlebih lagi ketika ia mengingat masa
depan dan roda perekonomian yang harus terus ia jalankan. Hendak jadi apa, hendak kemana,
hendak bekerja apa dan dimana, itulah yang Indra pikirkan. Gelar Sarjana Hukum
yang ia sandang serta prestasi sebagai
wisudawan bergelar coumloudy tidak banyak membantu ia di dunia pekerjaan. Stigma terhadap
tunanetra nyatanya masih sangat kuat diberikan oleh masyarakat, khususnya para
pelaku ekonomi.
Bayangan masa
depan terus menghantui Indra. Pernikahan dan kehidupan rumah tangga yang tentu
saja menuntut pemenuhan ekonomi, terus saja ia pikirkan. Berdiam dan bertahan dengan kondisi
yang ada tentu bukan pilihan yang tepat untuknya. Namun harus bekerja apa? Akhirnya
di tengah-tengah kegalauannya, ide usaha pun muncul di benak Indra.
“Berwirausaha”,
itulah yang Indra pilih. Usaha yang ditekuni ia sebetulnya merupakan usaha yang banyak
ditekuni oleh tunanetra, dan ia
memutuskan untuk membuka klinik pijat tunanetra. Ide usaha itu muncul karena
‘Kepepet’, begitu ia menyebutnya. ‘Kepepet’ disini dapat diartikan bahwa ia terjebak dalam situasi yang membingungkan;
roda perekonomian dan eksistensi diri terus menuntut untuk dipenuhi, maka usaha
klinik pijat ini pun tercetuskan. Selain itu, Indra pun ‘Berani’ untuk menekuni
usaha ini karena ia pernah mengikuti
pendidikan dan pelatihan pijat di badan rehabilitasi sosial. Tidak hanya itu,
menurut Indra, usaha klinik pijat ini pun tidak membutuhkan modal yang besar.
Dalam
mewujudkan ide usahanya, Indra memulainya dengan melakukan konsultasi dengan
keluarga dan para senior yang telah lebih dulu berkecimpung di usaha klinik
pijat. Setelah itu Indra melakukan persiapan seperti persiapan lokasi dan
permodalan. Terkait dengan permodalan, Indra sejauh ini melakukan permodalan
dengan jalan modal mandiri. Modal mandiri disini maksudnya adalah ia menggunakan tabungan pribadinya untuk
memulai dan menjalankan usahanya hingga sekarang telah mencapai tahun ke-8.
Indra memilih
permodalan mandiri bukan tanpa alasan. Menurut analisanya , usaha klinik pijat
tidak terlalu membutuhkan modal yang besar karena usaha klinik pijat merupakan
usaha di bidang jasa yang notabene jasa Indra sendirilah yang digunakan. Dalam
pengeluaran usaha sehari-hari pun tidak banyak karena lagi-lagi jasalah yang ia
gunakan. Modal hanya digunakan untuk kebutuhan listrik dan perlengkapan pijat.
Mengenai lokasi, Indra tidak memerlukan banyak modal awal. Klinik pijat ini
fleksibel, sehingga ia dapat
memanfaatkan rumahnya sebagai klinik (ketika awal usaha). Seiring dengan
berjalannya waktu, ia dapat menggunakan
penghasilannya untuk membeli dan menyediakan klinik pijat yang lebih memadai.
Mengenai
tujuan usaha, Indra menyampaikan bahwa tujuan ia menekuni usaha ini adalah tercapainya
kesejahteraan dan terwujudnya masyarakat tunanetra yang mandiri. Kesejahteraan
yang ia maksud adalah kesejahteraan
untuk dirinya dan keluarga serta masyarakat. ia berkeyakinan bahwa ketika masyrakat
memiliki tubuh yang sehat dan bugar, maka aspek kehidupan lainnya dapat
terpenuhi, dan salah satunya adalah kesejahteraan hidup.
Klinik pijat
tunanetra “Budaya Sehat” memiliki latar belakang tersendiri. Indra memberikan
nama “Budaya Sehat” untuk klinik pijat miliknya berdasarkan aspek filosofi
makna dari nama tersebut. Indra memilih kata “Sehat” karena menurutnya
kesehatan itu merupakan faktor penting dalam kehidupan manusia. Manusia perlu
sehat untuk bekerja, manusia perlu sehat untuk berkarya, dan lain sebagainya.
Sementara itu, ia memilih kata “Budaya”
karena ia ingin masyarakat memiliki
budaya untuk hidup sehat. Secara implisit Indra ingin menyampaikan bahwa
melalui klinik pijat tunanetra miliknya, ia dapat menkampanyekan budaya hidup sehat.
Selain itu, kata “Budaya” seolah dijadikan strategi pemasaran oleh Indra sebab
sejauh ini klinik pijat tunanetra yang telah ada hanya terpaut dengan kata
“Sehat” tanpa memikirkan bagaimana “Sehat” itu menjadi budaya (budaya hidup
sehat).
Terkait
perijinan, Indra belum mengurus perijinan usahanya. Sementara itu, dalam hal
manajemen, Indra mengelola klinik pijatnya secara mandiri, dan hanya dibantu
oleh istri. Sebetulnya Indra pernah memiliki karyawan di klinik pijatnya, namun
kini karyawan tidak lagi disediakan karena ia memperkirakan bahwa tenaganya masih sanggup
untuk melayani para pelanggan. Mengenai karyawan yang pernah ia pekerjakan, tunanetralah yang dipilih.
Meski demikian, penyediaan karyawan di klinik pijatnya ternyata tidak terlalu
memberikan pengaruh signifikan terhadap kliniknya. Hal tersebut dikarenakan ia memperkerjakan karyawan yang berstatus
mahasiswa tunanetra. Berdasarkan pengalaman Indra, mahasiswa tersebut sudah
terlalu lelah jika harus melayani pelanggan di tempatnya karena karyawan
tersebut juga memiliki aktifitas dan tugas lain sebagai mahasiswa. Sebetulnya
memungkinkan untuk Indra memperkerjakan tunanetra yang bukan mahasiswa, namun
kebanyakan tunanetra lebih memilih membuka klinik pijat secara mandiri dan
tidak terikat dengan klinik pijat milik orang lain. Oleh karena itu, Indra
berpikir bahwa lebih baik karyawan ditiadakan di klinik pijatnya.
Berkaitan
dengan manajemen, Indra memiliki suatu manajemen keuangan yang ia rasa cukup baik. Dalam mengelola
penghasilannya, Indra selalu menyisihkan uangnya untuk ditabung. Indra tidak
akan menggunakan uang yang disisihkan tersebut untuk pos-pos yang tidak
seharusnya. Sebagai contoh, ia membeli
kebutuhan rumah seperti perlengkapan mandi setiap awal bulan, maka uang yang
disisihkan untuk pos kebutuhan hidup itu harus dikeluarkan pada awal bulan
(pada masa dimana waktu untuk membeli kebutuhan hidup tiba). Sedangkan untuk
membeli perlengkapan pijat pun Indra sudah memiliki pos-nya sendiri, sehingga
penghasilan yang dimilikinya tidak tercampur antara modal dan laba.
Klinik pijat
“Budaya Sehat” yang dirintis Indra dapat dikatakan cukup populer di kalangan
masyarakat baik di kalangan pegawai negeri maupun masyarakat umum. Hal tersebut
terjadi bukan hanya karena “Budaya Sehat” telah berdiri selama 8 tahun,
melainkan dipicu oleh pelayanan serta trik marketing yang Indra gunakan.
Mengenai pelayanan, Indra menyediakan klinik yang nyaman dan bersih, serta
‘Friendly service’ tidak luput menjadi salah satu trik marketing pria kelahiran
Semarang tersebut. Untuk membuat nyaman para pengunjung, Indra menyediakan
klinik dengan ruangan yang dilengkapi dengan Air Conditioner. Selain itu, Indra
juga menyediakan beraneka ragam judul lagu dari berbagai aliran, dan lagu-lagu
tersebut dapat diputar sesuai dengan permintaan pengunjung.
Trik lain yang
Indra gunakan untuk membuat pengunjung nyaman adalah ‘Menjadi partner yang
nyambung ketika diajak mengobrol’. Indra menyadari betul bahwa pengunjung yang
datang ke klinik pijat miliknya berasal dari berbagai kalangan, dan tak jarang
orang-orang dengan latar belakang pendidikan yang tinggi lebih banyak
membicarakan hal-hal yang sedang hangat, termasuk isu-isu yang berkaitan dengan
pemerintahan. Oleh karena itu, Indra berusaha mengkonsumsi berita
sebanyak-banyaknya dengan cara membaca koran setiap hari di tablet miliknya.
Hal tersebut ternyata dirasa efektif, sebab ketika proses memijat sedang
berlangsung, Indra dan pengunjungnya tidak hanya saling diam namun dapat saling
berinteraksi membicarakan berita yang tengah hangat. Dari interaksi tersebut,
Indra menganalisa bahwa pengunjung nampak rileks dan tentu saja itu dapat
membuat proses pijat atau proses penyembuhan lebih mudah dilakukan. Selain itu,
Indra menyadari bahwa ketika seseorang sudah merasa nyaman berkomunikasi dan
berinteraksi (karena concern terhadap isu yang sama, dalam hal ini
berita-berita yang tengah hangat), seseorang tersebut keesokan harinya tidak
ragu untuk kembali datang.
Trik lain yang
Indra gunakan untuk menarik pengunjung adalah dengan memasang papan nama di
tempat yang strategis dimana orang-orang dapat dengan mudah membaca papan nama
tersebut. Selain itu, Indra mengaku bahwa lokasi klinik pijat “Budaya Sehat”
terletak di tempat yang strategis, dan hal tersebut dapat menjadi salah satu
trik untuk menarik pengunjung. Hal lain yang Indra lakukan yaitu membuat kartu
nama. Kartu nama tersebut menurutnya dapat membantu proses penyebaran informasi
mengenai klinik pijat miliknya, namun itu dulu, ketika di tahun awal ia
merintis klinik pijatnya. Di kondisi sekarang, ia lebih memanfaatkan dan
merasakan manfaat dari trik pemasaran ‘Mulut ke mulut’. Cara lain yang sedikit
agak modern yaitu marketing melalui sosial media. Facebook, itulah media yang
Indra gunakan untuk mempromosikan “Budaya Sehat”. Meski demikian, Indra masih
menggunakan Facebook pribadi miliknya sebab dengan Facebook pribadi, lebih
banyak rekanan yang dapat diberi informasi mengenai klinik pijatnya.
Seperti yang
telah dipaparkan sebelumnya, pelanggan “Budaya Sehat” berasal dari berbagai
kalangan seperti PNS, supir, karyawan kantor, mahasiswa dan lain sebagainya.
Indra memang tidak membatasi pengunjung. Perempuan dan laki-laki, anak-anak dan
dewasa, semuanya dapat memanfaatkan klinik pijat miliknya, bahkan tidak jarang
warga negara asing pun datang ke kliniknya. Untuk regulasi pelayanan,
pengunjung dapat langsung datang ke lokasi “Budaya Sehat” atau dapat menelpon
dan meminta pijat di rumah masing-masing. “Jemput bola” memang Indra lakukan, namun
biasanya tarifnya berbeda. Jika pijat di klinik, tarif yang dipatok adalah Rp
50.000,-, sedangkan untuk pijat di rumah masing-masing tarif tersebut masih
harus ditambah dengan biaya transportasi tergantung dari jauh dekatnya rumah
tersebut. Jika disuruh memilih, Indra mengaku lebih senang mendapat pelanggan
langsung di klinik karena ia tidak perlu mengeluarkan tenaga lebih untuk
mobilitas ke tempat pelanggan. Dengan pelanggan bervariatif tersebut, paling
tidak Indra mendapat 2 orang pelanggan, namun berbeda cerita jika hari sedang
ramai.
8 tahun telah
Indra jalani sebagai pemilik klinik pijat tunanetra “Budaya Sehat”. Suka duka
telah ia rasakan, dan kendala pun tentu pernah ia rasakan. Kendala terbesar
yang ia hadapi adalah pada tahun pertama ia merintis klinik pijat tersebut.
Ketika itu, masyarakat belum mengenal “Budaya Sehat”, sehingga tidak banyak orang
yang datang ke kliniknya. Namun ia berupaya mengencarkan promosi kepada siapa
saja yang ia kenal, dan tentu saja dengan trik yang sudah dipaparkan pada
paragraf sebelumnya. Dari keteguhan dan keuletan Indra, perlahan-lahan
masyarakat mulai mengenal “Budaya Sehat” hingga sekarang. Kendala lain yang
Indra rasakan adalah ‘Kenakalan pelanggan’. Indra kerap menjumpai pelanggan
yang ‘Nakal’ yaitu mereka tega memberikan uang yang tidak sesuai dengan tarif.
Biasanya mereka yang ‘Nakal’, memasukkan uangnya ke dalam amplop, dan ternyata
ketika diperiksa di rumah, uang tersebut jauh berbeda dengan tarif yang telah
ditentukan. Kendala terkait ‘Kenakalan pelanggan’ tersebut biasanya terjadi
pada para pelanggan baru yang meminta pijat di rumahnya, bukan di kliniknya.
Untuk mengatasi kendala tersebut, Indra berusaha lebih hati-hati jika ada
pelanggan baru yang meminta pijat di rumah. Indra akan membawa ojek pribadi
yang tentu saja dapat dipercaya sehingga ketika proses pembayaran dilakukan,
Indra dapat langsung mengecek kesesuaian antara uang yang diberikan dengan
tarif yang ditentukan.
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah
melakukan observasi dengan Indra Kurniawan, S.H., pemilik klinik pijat
tunanetra “Budaya Sehat”, penulis menemukan beberapa hal yang dapat dijadikan pegangan
di dalam berwirausaha. Peka dalam membaca peluang dan berdayakan potensi dalam
diri, itulah yang penulis dapat temukan. Peka membaca peluang, kata-kata
tersebut telah banyak didengungkan kepada setiap orang yang ingin berwirausaha,
namun kita seharusnya tidak hanya mampu membaca peluang tanpa mau melakukan
terobosan. Indra dapat membaca peluang yang dapat ia ambil meskipun sebetulnya
peluang tersebut sudah banyak diambil pula oleh orang lain, namun Indra berani
melakukan terobosan yaitu dengan menyediakan pelayanan yang lebih dari pelaku
bisnis klinik pijat yang lainnya.
Sedangkan
untuk “Berdayakan potensi dalam diri”, penulis menyimpulkan bahwa untuk
berwirausaha atau untuk mendapatkan penghasilan tidak perlu menunggu orang lain
yang memberdayakan. Kita harus dapat melihat potensi apa yang ada dalam diri
kita, dan cobalah untuk mengembangkannya. Khususnya untuk tunanetra, tidak
perlu menunggu lapangan pekerjaan yang diberikan oleh pemerintah atau
masyarakat yang sebetulnya masih memiliki stigma yang kuat terhadap tunanetra.
Tunanetra harus mencoba melihat potensi yang dimiliki dan kembangkanlah, sebab
dengan seperti itu, tunanetra dapat memiliki penghasilan dan disardari atau
tidak, stigma perlahan akan patah seiring dengan eksistensi tunanetra di dunia
pekerjaan.
B. Saran
Penulis
memberikan saran terkait dengan objek observasi penulis. Berdasarkan observasi,
penulis menemukan fakta bahwa objek observasi penulis belum mengurus perijinan
untuk usahanya. Menurut penulis, Indra Kurniawan, S.H., selaku pemilik klinik
pijat tunanetra “Budaya Sehat” perlu mengurus perijinan sebab usahanya telah
berdiri cukup lama yaitu 8 tahun dan telah memiliki banyak pelanggan. Jika
perijinan telah dimiliki, penulis beranggapan bahwa pemilik usaha akan lebih
tenang dan mantap dalam menjalankan usahanya tanpa takut terjadi apa-apa di
kemudian hari.
Saran lain
yang penulis berikan yaitu untuk mata kuliah “Culture Preneurship” yang tengah
penulis ikuti. Menurut penulis, para mahasiswa yang mengikuti kelas Culture
Preneurship perlu mendapatkan bekal lebih terkait bagaimana mengelola suatu
event. Sejauh ini dosen telah memberikan banyak bimbingan dan arahan, namun
secara bekal materi yang lebih detail belum maksimal dirasakan oleh penulis.
Dari sekian mahasiswa yang mengikuti mata kuliah Culture Preneurship, belum
tentu seluruhnya mengerti tentang kepanitian di dalam suatu acara dan bagaimana
suatu acara harus berlangsung.
artikel sangat bermanfaat ijin share gan,,,
BalasHapusAplikasi Klinik