Rabu, 11 Januari 2017

MY LOVE STORY: CUPID PATAH HATI




Semarang, 8 Oktober 2015, di kamar kos Nakula Raya...

Dear Cupid,

Cupid, aku kesakitan...

Cupid, panahmu terasa sakit menghujam jantungku...

Cupid, boleh kau lepaskan panahmu?

Cupid, sungguh aku tak ingin mematahkannya dengan paksa...

Maka...

Cupid, kumohon tarik kembali panahmu...

Bila hujan mungkin turun dari balik jendela kamarmu, maka kiranya begitu pula kesedihan itu tumpah ruah di hatiku. Berjuta rasa berkecamuk dan meronta. Aku kesakitan. Aku merasa ada panah yang cupid lepaskan tak seindah yang kusaksikan. Panah itu panah yang tak seharusnya dilepaskan pada masa ini. Panah itu seharusnya panah yang dilepaskan di masa yang lain.

Hatiku patah dan rasanya sakit. Aku heran dengan diriku. Aku sudah tahu apa yang akan terjadi. Aku pun tak pernah mengharap bulan datang di siang hari. Aku biarkan air mengalir. Aku biarkan angin meniup mesra atau terkadang gila pada daun juga rerumputan. Aku tak mencoba menghalau. Aku pasrahkan segala pada apa saja yang tengah berotasi. Namun mengapa terasa menyakitkan?

Patah hati tak ada yang enak, begitu banyak orang coba katakan. Sakit gigi mungkin lebih terasa nikmat jika disejajarkan dengan patah hati. Dan faktanya memang demikian. Aku kiranya tengah patah hati, patah hati pada pemuda yang dalam malamku selalu coba kuterka bagaimana dirinya.

Dengan apa yang kulakukan, aku tak mengharap apapun. Dengan apa yang ia rasakan, aku nampaknya tak begitu pedulikan. Karena aku sudah mampu menerka sebelum dia berkata, begitulah jawabanku. Namun mengapa patah hati ini cukup mengusikku?

Aku memang patah hati, namun aku tak ingin detik ini melupakan indahnya pemuda yang kerap kusapa “My lilboy” dalam diamku. Aku masih ingin mengenalnya. Aku masih ingin meneguk banyak-banyak pengetahuan serta pemahaman akan setiap sudut kehidupan ini dari kacamata yang mungkin dapat ia pinjamkan. Sebatas itu, sebab ingin lebih pun tentu tak mampu.

Deadlock, aku tengah jumpai itu. Tak mampu lagi aku otak-atik. Sulit kiranya aku berupaya untuk menjadi satu. Jalan buntu, benar-benar buntu. Kami sama, namun ada hal paling penting yang kami berbeda. Tak mampu aku mengubahnya. Ah, tidak, kurasa bukan tak mampu, namun tak sepenuhnya benar-benar mampu. Mungkin aku bisa mengubahnya dengan mudah. Mungkin aku mampu mengganti diriku agar sama sepertinya, namun apa guna semua itu jika aku tak sungguh-sungguh dengan perubahan yang coba kulakukan? Berubah hanya untuk seseorang, tentu Tuhan akan mengecam, mungkin saja. Maka jikalau pun aku harus berubah, bukan karena seseorang, namun harus karena tujuan yang paling utama yang punya kuasa sepenuhnya atas diriku. Maka benar jika kukatakan bahwa aku menemui deadlock.

Sungguhkah deadlock itu nyata?

Ya, memang nyata, bahkan sangat nyata, namun fahamilah bahwa bilapun aku telah sama, apakah betul ia akan mau menjalani semuanya?

Dari jawaban yang kutangkap, sepertinya tetap sulit. He doesn’t feel the same, and that’s the point!

Jadi bukan karena deadlock itu? Entahlah..


Hey, dengarlah..

Dengarlah...

Termasuk kau, cupid yang kerap nakal sembarangan melepaskan panahmu..

Patah hati ini hanya sedetik terasa. Percayalah. Malam tadi aku patah hati dan sekarang kurasa aku kembali jatuh cinta. Omong kosong dengan patah hati. Patah hati hanya akan terjadi pada mereka yang mencoba memiliki, bukan padaku yang menghargai dan menyayanginya karena memang dia punya semua yang patut dihargai dan disayangi.

Dengarlah, aku jatuh cinta, bukan sedang mencoba memilikinya...

So, persetan dengan deadlock, dunia di balik deadlock itu toh bukan tujuanku!

Omong kosong dengan patah hati. Nikmatilah setiap rasa yang mengalir dalam pembuluh darah. Tak usah pikirkan jalinan resmi atau apa namanya, toh itu bukan tujuan. Nikmatilah jatuh cintamu pada sosok yang sulit disentuh itu. Nikmatilah. Buang jauh-jauh robek di hatimu karena panah sang cupid yang mendarat kurang sempurna. Lihatlah panah cupid itu sebagai panah cupid dengan segala apa adanya. Jangan rasakan rembesan kekecewaan atau apa namanya yang hadir karena panah cupid itu. Nikmatilah selama dirinya belum terkena panah cupid gadis lainnya. Tak apa orang menganggap sia-sia, toh mana orang tahu tentang perasaanmu. Yang tahu isi hatimu ya nampaknya hanya kamu, Nona.

Patah hati, buang jauh-jauh. Jatuh cinta, lagi, ya tak apa. Jatuh cinta, lagi, dengan pemuda yang sama yang sedetik lalu kau anggap telah membuat patah hati, tentu tak apa. Itulah dia. Itulah namanya jatuh cinta. Jatuh cinta bukan menyoal tentang aku “In relationship” dengan pemuda itu. Jatuh cinta itu menyoal tentang senyum yang mampu terkembang dengan sendirinya tanpa ada sebab. Ya, senyum yang tiba-tiba hadir meski hanya mendengar dirinya tengah menyampaikan presentasi. Itu tak masuk akal, namun disitulah uniknya. Aku mampu tersenyum meski tak ada sebab. Gila kah? Mungkin saja.

Sudah, sudah, sudah hentikan upaya untuk menutup rembesan kesakitan di hatiku. Lupakan sakit itu. Berterimakasihlah pada cupid nakal itu. Lupakan segala robekan itu.

Maka, hey dunia, kukatakan aku tak patah hati!

I’m hooked on him, but I think it’s healthy hahahahaha...

Terima kasih cupid...

Terima kasih my lilboy (Kuharap kau tak tersinggung dengan julukan itu ehehehe)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar