Senin, 10 Agustus 2015

DUKA TUNANETRA : AWAS BAHAYA OKNUM TUKANG OJEK!



Ditulis di kos Nakula Raya, tahun 2014...

Sekitar tanggal 13 Februari lalu, kosku dikagetkan dengan kedatangan seorang lelaki berseragam dosen kampusku. Lelaki itu datang seorang diri dan langsung menaiki anak tangga menuju lantai dua dimana kamarku dan ebberapa kamar lainnya berada. Aneh sekali, bagaimana bisa seorang lelaki masuk ke kosku yang notabene terlarang untuk kaum adam??? Setelah dipergoki oleh salah seorang teman, lelaki itu mengaku sedang mencari kamar no. 14. Alamak, kamar itu kan kamarku. Namun an anehnya, setelah mengetahui kamarku, dia langsung cabut tanpa jelas apa tujuannya.

Hal tersebut tentu saja mengusik ketenangan seisi kos, lebih-lebih aku yang notabene mudah paranoid dengan hal-hal semacam itu. Maklum saja, sebagai seorang Tunaentra tentu aku tak dapat melihat situasi di sekelilingku, dan itu membuatku takut akan ada tindak kriminalitas di kosku.

Menurut cerita dari bebrapa teman, kejadian seperti itu sudah kerap terjadi. Biasanya orang yang kepergok langsung pura-pura cari kamar, setelah itu langsung cabut lagi. Hal semacam itu pun terjadi belum lama ini di kos-kosan tak jauh dari rumahku. Pasalnya, ada seorang lelaki kepergok masuk kos-kosan dengan membawa parang dan benda tajam sejenisnya. Dan ketika kepergok, dia mengaku sedang mencari seseorang, padahal orang yang dia cari tak ada di kos tersebut.

Ah, kalau bicara soal kriminalitas yang mengancam keselamatan perempuan, aku jadi teringat diriku sendiri yang notabene perempuan sekaligus tunanetra. Kenapa aku jadi teringat diriku sndiri?? Ya, tentu karena aku pernah menjadi korban, korban pelecehan lebih tepatnya.

Siapa pun orangnya, entah Tunanetra atau pun orang awas, memiliki kemungkinan menjadi korban kriminalitas atau pun pelecehan. Fakta di lapangan pun ternyata berkata demikian. Selain aku yang pernah mengalami pelecehan, ternyata teman-teman peremppuan lainnya pun mengalami hal serupa. Dari pengalamanku itu, akhirnya aku tergelitik untuk bertanya pada teman-teman Tunaentra perempuan Tunanetra baik yang ada di sekitarku atau pun yang ada di luar kota. Ternyata pengalaman teman-teman lain juga cukup variatif dan cukup mengerikan. Aku sempat bergidik ketika mendengar curahan dari teman-teman yang mengatakan “Ada yang sampai hamil lho!”

Astaghfirullah…aku langsung istighfar dan mengelus dada. Kenapa para pelaku itu tega berbuat demikian pada perempuan, apa lagi Tunanetra. Dimana kah hati dan nurani mereka? Apakah karena perempuan Tunaentra dianggap lemah???

Yuk gimana kalo coba menyimak pengalamanku kaitannya dengan keselamatan sebagai seorang perempuan yang juga Tunanetra?!? Tapi sebelumnya aku informasikan bahwa tulisan ini tak bermaksud menakut-nakuti atau mengecilkan hati para perempuan Tunaentra ya. Aku sekedar sharing informasi yang aku harap dapat menjadi kaca agar ke depannya perempuan Tunanetra lebih berhati-hati lagi dalam melakukan aktivitas.

Pengalamanku ini terjadi pas aku semester 1 dulu. Ketika itu aku belum tinggal di rumah kos, melainkan tinggal di rumah orang tua angkatku di daerah Semarang selatan, di kabupaten Semarang sih lebih tepatnya. Bila sudah mepet jam masuk kuliah, biasanya aku memakai jasa ojek agar tak perlu lama menunggu Bis yang hobinya ngetem. Dan kebetulan di sekitar tempat tinggalku itu ada ojek yang beberapa kali kumintai jasanya mengantarku ke kampus. Abang ojek itu berusia tak jauh beda denganku, tapi dia sudah memiliki seorang istri.

Beberapa kali aku menumpang motornya, tak ada gelagat aneh; tak lebih dari SMS ‘gak jelas’ yang melayang tiap malam menjelang tidur. Kupikir SMS dia itu hanya iseng, pasalnya dia sudah memiliki seorang istri, tak mungkin dia benar-benar menyukaiku. Kebetulan waktu itu dia mengirim SMS layaknya pengemar kepada idolanya. Sebetulnya aku risih dengan SMS itu, tapi aku hanya menyikapinya dengan tak bereaksi alias diam tak membalas SMS-nya.

Hari demi hari berlanjut. SMS ‘gaje’ alias ‘gak jelas’ itu terus mampir ke Handphone-ku. Tak hanya itu, semakin hari dia semakin berani memintaku duduk ‘mepet’ dengannya ketika berada di motor. Kesal! Tentu aku kesal mendengar permintaannya itu, tapi aku Cuma diam tak peduli dengan alasan dia yang menyatakan bahwa permintaannya itu semata-mata karena menjaga keseimbangan laju kendaraannya. Tapi, ada suatu hari dimana kesabaranku telah mencapai puncaknya.

Suatu sore ketika aku hendak ‘pindah rumah’ dari rumah orang tua angkatku menuju rumah kos, insiden tidak menyenangkan itu terjadi. Ketika itu aku memang memutuskan untuk kos karena Alhamdulillah kondisi ekonomi keluargaku sudah agak mendingan shingga orang tua kandungku yang bekerja berjualan nasi di luar jawa mampu membiayai kosku. Dalam proses memindahkan barang dari rumah orang tua angkatku menuju kos, aku memakai jasa abang ojek itu karena memang tak ada yang mengantar dan membawakan barang. Akhirnya, dengan cuaca yang mendung dan kurang bersahabat, aku pun melaju di atas sepeda motor si ojek tersebut.

Di perjalanan, hujan pun turun cukup deras. Alhasil motor yang kutumpangi pun berhenti di suatu tempat. Aku tak menaruh curiga ketika motor ojek itu terhenti karena kupikir paling-paling berhenti di pinggir jalan di depan toko atau bengkel karena umumnya orang yang berteduh melakukan hal tersebut. Tapi siapa sangka aku berada di tempat asing berupa rumah huni???

Ketika motor terhenti, aku hanya terpaku dengan helm yang masih terpasang di kepalaku. Aku tak melakukan apa pun kecuali mengotak-atik Handphone-ku. Lalu si abang ojek memintaku beralih dari pinggir motor menuju tempat lain yang lebih nyaman. Aku menolak, karena kupikir tempatku sudah cukup nyaman. Tapi dia terus meminta. Akhirnya aku pun bergerak.

Tak lama setelah berjalan, aku didudukan pada sebuah kursi. Lagi-lagi aku tak menaruh curiga. Kupikir tempat yang kudiami itu adalah emperan toko atau apa. Sambil menunggu hujan reda, kumainkan jemariku di atas keypad Handphone-ku. Tapi betapa terkejutnya aku ketika kudengar suara kurang pantas terdengar dari Handphone si abang tukang ojek itu. Usut punya usut si abang ojek sedang memutar video kurang pantas! Kontan aku langsung istighfar. Aku berusaha tenang, lebih-lebih ketika tangannya mencoba menyentuh salah satu pahaku. Langsung aku bergeser menjauh, tapi tak bereaksi marah. Ketika aku bergeser, dia ikut bergeser ke arahku, tapi video di Handphone-nya tersebut telah ia matikan.

Dimana aku sekarang ini??? Pikirku ketika itu. Segala macam perasaan campur aduk. Marah, kesal, jengkel, takut, dan tangan gatal ingin menampar orang itu pun berkecamuk dalam hati dan pikiran. Tapi aku berusaha menguasai keadaanku dengan tidak bereaksi marah atau memukulnya, karena aku berpikiran bahwa jika aku melakukan itu, aku takut dia akan lebih nekad kepadaku. Akhirnya, dengan dada yang berdegup kencang, aku berpura-pura menelpon temanku. Aku benar-benar berpura-pura ketika itu! Di dalam percakapan telepon itu, aku berpura-pura mendapat informasi dari temanku bahwa teman yang mengetahui alamat kosku akan segera pergi, sehingga aku harus segera datang. Alhasil dengan alasan yang kubuat itu, kupaksa si abang ojek untuk segera mengantarku.

“Mas, ayo kita langsung ke kos aja. Temenku mau pergi soalnya!” kataku dengan berpura-pura tetap tenang, padahal jantungku berdegup kencang sekali.

“Ini kan masih hujan, Mbak!” timpal si abang tukang ojek dengan video ‘Kurang pantas’ yang sudah dimatikan.

“Gak apa-apa, Mas, soalnya kalau temenku udah pergi, nanti siapa yang nunjukin kosku?” sanggahku masih tetap pura-pura.

“Ya udah deh kalau Mbak Eka maksa...”

Kami pun beranjak dari tempat duduk. Akhirnya aku pun berjalan menuju motor dengan upaya dia menuntunku, tapi tanpa pikir panjang aku langsung menolak niatnya itu dengan berjalan sendiri menuju motor. Dan ketika itu aku kaget karena kudapati dia mengunci pintu sebelum menghampiriku yang sudah berdiri di pinggir motor. Astaghfirullah, ternyata tadi aku berada di sebuah ruangan dan bukan berada di emperan toko atau apa.

Ternyata tindakan kurang senonohnya itu tak berhenti sampai disitu. Ketika sampai di kampus dan menungu temanku datang, dia berani bertindak kurang ajar! Dia berusaha menyentuh bagian terlarang. Untung saja niatnya itu tak berhasil karena aku langsung menangkis tangannya. Berbeda dengan sebelumnya, kali itu aku berani memarahi dia dan mengumpatnya karena di tempat aku berdiri adalah kawasan kampusku.

Ya kurang lebih begitu pengalamanku. Biasa saja memang, tapi buatku pribadi hal itu cukup mengguncang jiwaku. Betapa orang yang sebelumnya ‘sok alim’ dan ‘sok ngajarin agam’ kepadaku ternyata berkelakuan seperti itu! Apa yang ada dipikiran dia sebetulnya? Apa dia berpikir bahwa aku lemah? Bahwa aku Tunanetra?? Bahwa aku bisa dimanfaatkan??? Kesal, benar-benar kesal! Sejak saat itu aku tak lagi menggunakan jasa ojeknya, termasuk menggubris SMS dan telpon darinya. Cukup sudah cukup pelecehan yang dia lakukan!! Harga diriku terasa diinjak-injak!!

Dari pengalamanku itu, aku bisa mengambil hikmah yang bisa juga dijadikan tips untuk teman-teman. Mungkin jika nanti teman-teman ada yang mengalami hal serupa, kalau bisa jangan bereaksi marah atau bagaimana, pura-pura tidak tahu, karena jika kita bereaksi marah, dia bisa semakin nekad kepada kita. Selanjutnya, mungkin kita bisa mengirim SMS kepada teman tentang kondisi kita agar jika terjadi apa-apa dapat segera dilacak. Jika perlu, lakukan sedikit akting menelpon kepada teman hehehhee agar dapat terhindar dari tempat kita berada. Tips lainnya mungkin lebih aware dengan lingkungan ya karena aku akui bahwa aku kurang aware dengan lingkungan sampai-sampai aku tak tahu dibawa kemana! Tips lainnya mungkin bisa ditambahkan oleh kartuneters lainnya!

Oiya, untuk pengalaman dan cerita tentang perempuan tunanetra dan keselamatan bisa aku bagi di part selanjutnya ya! Thank you for reading!

-          Eka Pratiwi Taufanty –

Diposting pertama kali di web-nya Kartunet
Diposting juga di blog pribadi tulipe-imajiner.blogspot.com
Diposting juga di Facebook pribadi-ku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar