Minggu, 06 November 2011

Kado Menyebalkan Dari Facebooker di Malam Takbiran!! :(


            Kesal, begitulah perasaanku malam tadi setelah senyum manisku kutebar ke seisi kamar. Mukaku berubah drastis, yang semula manis bahkan sangat manis, tiba-tiba saja berubah jadi sangat masam. Tentu hal itu ada sebab musababnya. Kalau tak ada yang menyulut kemasamanku itu tentu aku enggan melepaskan senyum yang telah lama kunantikan. Betapa tidak, ada seseorang yang dating dari negeri antah berantah(aku mengatakan seperti itu karena aku tak mengenalnya) tiba-tiba nyeletuk di status Facebook-ku. Tak ada yang salah sih dengan aktivitas komen me-komentari, tapi isi komennya itu lho yang membuatku naik pitam. Darahku mendidih bak sepanci air panas di atas kompor berapi. Ah, Lebay! Bukan Lebay, tapi memang begitu reaksinya. Kuyakin orang sesabar apapun tetap geram ketika dirinya dihadiahi kata “goblok”. Menyebalkan! Mungkin kalau kata itu dihadiahkan karena kesalahan yang kubuat sih tak jadi masalah, tapi yang terjadi semalam justru aku dihadiahi kata itu tanpa sebuah kesalahan yang kubuat, terlebih lagi orang tak kukenal lah yang menghadiahi kata itu. Bagaimana bisa seseorang yang tak berperkara denganku tiba-tiba menghadiahi kata yang kurang sopan semacam itu. Ah, enak sekali dia mengataiku “goblok”! Kalau pun aku memang “goblok” ya tetap saja itu orang tak punya hak mengataiku macam itu. Dipikirnya aku ini apa? Seenak jidat dia berkata begitu!
            Semua kekacauan itu bermula dari sebuah statusku yang berbunyi, “Subhanallah, merinding deh denger Bapak bertakbir…selalu saja hatiku bergetar kala mendengarnya. Tapi kok anaknya OL mulu ya? Dasar Eka Oneng!”. Nah, status itulah yang membuat aku dihadiahi kata “goblok”. Apa ada yang salah dengan statusku ya? Menurutku sih tak ada yang salah, tapi mungkin ada yang salah dengan statusku di mata orang lain. Menurutmu bagaimana? Setelah statusku itu mengemuka di Beranda Facebook, mulailah dating sebuah komen. Seseorang yang tak kukenal itu tiba-tiba berkomentar, seperti ini komentarnya “Eka goblok”, begitu katanya. Aduh, aduh, aduh, siapa dia kok seenaknya berkata seperti itu padaku? Marah, kesal, gemes, pokoknya banyak perasaan kurang mengenakan yang bergejolak di hatiku malam itu. Langsung saja kuberi komen balasan, kubilang saja agar dia menjaga omongannya. Tak hanya itu, sebuah aksi “pe-remove-an” pun akhirnya kulancarkan pada Facebooker yang tak kukenali itu. Me-remove, cukup itu, pemblokiran kurasa tak perlu. Menurutku aksiku itu tak berlebihan, betul tidak? Menurutku reaksi yang kutunjukkan itu wajar adanya kalau mengingat perkataan kurang sopan yang dilontarkan oleh Facebooker yang satu itu. Sebenarnya aksi pe-remove-an itu semata-mata agar Facebooker itu menyadari kekeliruannya. Aku tak bermaksud sok baik lho ya, sok jadi orang paling bener. Bukan itu maksudku! Aku pun sering melakukan tindakan yang keliru, tapi kalau untuk kasus macam ini sepertinya tak ada toleransi deh. Bayangkan saja, aku sekedar me-posting status seperti itu, eh kenapa justru dihadiahi kata “goblok”, apa lagi namaku di sebut sebelum kata “goblok” itu. “Eka goblok”, aduh…kata itu menyulut emosiku. OK OK saja sih sebenarnya kalau dia ingin berkata “Eka goblok”, tapi kan timing-nya tidak tepat. Aku tak berperkara dengan Facebooker itu, status yang kubuat pun masih dalam batas kewajaran menurutku, lantas kenapa dia sampai hati berkomentar macam itu? Ah, dibolak-balik dan ditanyakan berkali-kali pun tetap tak akan menemukan jawaban, iya kan? Coba Tanya sekali lagi, kenapa dia bisa berkata macam itu padahal aku tak melakukan sesuatu yang mengganggu kenyamanannya? Coba cari jawabannya, kalau perlu cari di Google, pasti tak akan menemukan jawabannya kan? Ya iya lah, secara etika hal yang dilakukan Facebooker itu kurang beretika. Ckckck…aku geleng-geleng kepala sambil berdecak melihat tingkahnya. Istighfar saja lah kau, Ka!
            Usai aku me-remove Facebooker itu, tiba-tiba kudapati sebuah amplop di inbox FB-ku. Aku sudah bisa menebak kalau si pengirim amplop itu adalah si Facebooker yang ku-remove. Benar saja, namanya kudapati ppada amplop tak berjudul itu. Isi amplop itu bukanlah permintaan maaf dari si Facebooker itu, melainkan isinya adalah komentarnya terhadap aksi pe-remove-an yang telah kulancarkan padanya. Kubalas saja pesan darinya dengan unek-unek yang bercokol dalam hatiku. Tapi tenang saja, tak ada kata kasar seperti kata “goblok” yang aku lontarkan padanya. Yang kulontarkan sebatas alas an dan tujuanku me-remove dirinya. Tak lama setelah itu, dia kembali mengirimkan sebuah amplop padaku. Isinya kali ini lebih ramah, dia menyatakan persetujuannya atas alas an di balik aksi pe-remov-an yang kulancarkan padanya. Alhamdulillah, dia sadar hehehe.
            Oiya, aku sempat mendengar pembelaan dirinya atas kekeliruan yang ia lakukan. Ia berdalih bahwa yang me-provokasi dirinya menulis kata “Eka goblok” adalah kalimatku sendiri yang berbunyi “Dasar Eka Oneng”. Hah, karena itu? Tak hanya satu Facebooker itu saja yang berdalih macam itu, rupanya ada seorang Facebooker lagi yang berdalih bahwa kata “Eka Oneng” lah yang mengijinkan kata “goblok” itu menghuni kolom komentar di statusku. Bisa diterimakah alas an kedua Facebooker itu? Maaf, aku tak sejalan dengan keduanya. Ya, aku sama sekali tak setuju kalau dikatakan bahwa kata “oneng” yang kuposting di status bisa membuat orang lain berkata kurang sopan macam kata “goblok” itu. Menurutku, sekalipun aku menulis kalimat “Dasar Eka goblok”, tetap saja yang lain tak berhak mengataiku “goblok”, apa lagi aku yang hanya menulis kata “oneng” dan itu pun kutujukan pada diriku sendiri. Hmm, menurutku sih seperti itu. Kalau menurut kamu bagaimana? Apakah kamu setuju dengan kedua Facebooker itu atau setuju dengan argumenku?
            Menurutku kata “oneng” bukanlah sesuatu yang kasar, betul tidak ya? Itu sih menurutku. Aku, si Eka, punya julukan “Oneng” lho. Beberapa orang mengenaliku dengan julukan itu. Ya, aku memang Eka si Oneng. Bahkan Blog punyaku saja tak pernah jauh-jauh dari kata itu. Aku sering membuat akun dengan nama “Oneng”. Tak ada yang tabu dengan kata itu, begitu menurutku, entah bagaimana dengan kamu. “Oneng” lebih merujuk pada kata yang berarti “kurang pintar” tapi dalam versi “konyol-nya” hehehe, itu sih definisi dariku saja. Aku sih selama ini berpendapat seperti itu. Nah, kalau tiba-tiba  ada yang mempermasalahkan kata itu, apa lagi dijadikan dalih untuk melindungi kata “goblok” yang dilemparkan semena-mena kepada orang lain, hmm…sepertinya kurang pas. Hmm, melihat reaksi dari kedua Facebooker itu tak lama setelah statusku mengemuka, sepertinya mengharuskanku untuk introspeksi diri. Aku takut di mata yang lain statusku itu bermasalah. Nah, menurut teman-teman bagaimana? Apa ada yang salah dengan statusku? Apa kata “oneng” itu memang pantas dijadikan tersangka atas lahirnya kata “goblok” yang dihadiahkan kepadaku? Please help me! Beri masukan agar aku tahu dimana kekeliruanku sampai-sampai aku mendapat kado special malam tadi! Dan kalau pun teman-teman beranggapan sama seperti kedua Facebooker itu, berarti aku yang keliru, bukan si Facebooker itu. Aku minta maaf kalau memang aku yang keliru. Aku minta maaf kalau memang statusku keliru. Thanks…
            Oia, sebelum aku mengakhiri tulisan ini, aku mau sedikit cerita nih. Ceritaku tak jauh-jauh dari kata “Oneng”. Ada sejarah di balik kata “Oneng” itu lho. Kata “Oneng” itu bermula dari Bibiku yang sering berkata “Oneng” terhadapku dan terhadap sepupu-sepupuku yang lainya ketika kami melakukan sebuah tindakan “idiot” hehehe. Tentu kata “Oneng” itu didapat Bibiku dari sitcom Bajaj Bajuri yang sempat menghebohkan jagat per-sitkom-an. Nah, istri si Bajuri itu kan bernama Oneng dan di sitcom itu dia diidentikan dengan seseorang yang “kurang pintar” hehehe. Karena si Oneng dalam sitcom itulah akhirnya Bibiku terbiasa berkata “Oneng”. Entah kenapa kata itu ikut melekat pada diriku. Aku latah, mengikuti Bibiku yang kerap berkata “Oneng”. Dibawalah terus kata itu olehku, sampai akhirnya aku memadu kasih dengan seorang cowok. Si cowok yang berstatus pacarku itu rupanya doyan mengataiku “Oneng”. Akhirnya jadilah julukan baru untukku, yaitu “Eka Si Oneng”. Tak hanya pacarku, keluarga pacarku itu pun tak ada yang memanggilku “Eka”, justru “Oneng” lah yang dipilih untuk menyapaku. Si pacarku itu nyaris tak pernah memanggil namaku, dia lebih tertarik untuk menyapaku dengan sebutan “Oneng”. Ah, aku pun tak mau kalah dengannya. Kebetulan si pacarku yang kini telah putus denganku itu punya julukan yang bisa dibilang serupa dengan kata “Oneng”, yaitu “Dodol”. Ya, aku kerap memanggilnya “Dodol”. Aku pun sama dengannya, nyaris tak pernah menyebut namanya, yang kupilih justru kata “Dodol” itu. Bahkan teman-temanku akhirnya mengenal cowok itu dengan julukan “Dodol” hehehe. Jadi, kami adalah sepasang “Dodol” dan “Oneng” hehehe. Kedua kata itu tak bisa kulupakan meski pemilikk dari salah satu kata itu telah melupakanku, pergi entah kemana. Aku tetap memajang nama itu di Blog-ku dan di bebrapa Akun lainnya. Hmm, begitulah sejarah singkat tentang “Oneng” plus “Dodol”. Mungkin di antara teman-teman yang lain juga punya julukan “Dodol” dan “Oneng”  ya? Kedua kata itu memang sudah popular di kalangan masyarakat hehehe. OK lah, cukup sekian dan terima kasih atas perhatiannya. Oiya, tak lupa kuucapkan selamat merayakan Hari Raya Idul Adha bagi kawan-kawan yang merayakannya, mohon maaf lahir batin ya…
(Kejadian di atas berlangsung pada malam minggu bertepatan dengan malam Takbiran: 6 November 2011)
Dipostkan juga di www.kartunet.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar