Sepuluh jari-jemariku menari di atas papan keyboard Laptop hitamku. Kalau sudah seperti itu berarti hanya ada dua kemungkinan, yaitu aku sedang berenang di kolam Internet atau kah sedang menguntai kata demi kata di sebuah kertas putih milik sebuah program pengolah kata Microsoft Word. Selain itu, tak ada lagi kemungkinan lain. Nah, sekarang tinggal dilihat, apakah monitor Laptopku sedang memajang Mozilla Firefox atau kah sedang memajang sebuah lembar kerja beerwarna putih kepunyaan si Microsoft Word. Dan ternyata yang terpampang adalah lembar kerja Microsoft Word. Kalau memang begitu, berarti sedang ada serentetan kalimat yang bercokol di otakku dan siap kutumpahkan pada kertas elektronik itu. Sudah bisa ditebak, yang sedang kukerjakan adalah menulis Diary, betul kan? Ya, memang benar aku sedang menulis Diary. Di siang bolong seperti ini rasanya otakku tak berfungsi kalau harus diandalkan membuat cerpen atau tulisan lain kecuali Diary. Ya, lagi-lagi sebuah catatan harian lah yang kutulis. Tak ada kemajuan, dari dulu itu-itu saja yang bisa kubuat. Tapi sudahlah, semua itu tak jadi masalah, toh meskipun aku hanya menulis Diary yang penting kan tetap menulis. Ya, aku memang sedang membiasakan untuk menulis. Aku juga sedang membiasakan untuk me-update Blog-ku. Kini aku tak ingin lagi takut atau pun malu-malu untuk memposting tulisan di Blog, toh Blog ini meilikku sendiri, jadi aku bebas me-posting apapun tanpa peduli apakah tulisanku jelek dan tak menarik. Nah, kali ini catatan idiot apa yang sedang kutulis? Mau tahu? Yuk kita simak langsung catatan idiot di bawah ini!
Sabtu, 5 November 2011…
Sebuah lagu berjudul “Forever and Always” kepunyaan si cantik Taylor Swift mengalun di Laptop hitamku. Suara merdu Taylor Swift itu terdengar ke seisi kamar, seakan menghangatkan diriku yang tengah kedinginan pagi ini. Dinginku memang sedikit terusir oleh lagu paforitku itu, ditambah lagi oleh Facebook, Twitter, Kartunet dan Blog milikku yang terpampang di monitor Laptop yang duduk di hadapanku. Jemariku sibuk meraba tombol-tombol yang terpampang di atas papan keyboard, sementara itu kedua daun telingaku kusumpal dengan sebuah Headset. Tentu semua itu ada alasannya. Alasannya ya apalagi kalau bukan karena aktivitas Online-ku. Aku memang sedang seru-serunya berbalas komen dan pesan dengan yang lain. Tak hanya itu, aku juga tengah sibuk me-copy tulisanku ke Blog. Tapi di tengah-tengah aktivitasku itu, tiba-tiba aku teringat sesuatu. Aku teringat akan janjiku dengan seorang gadis. Ina, itulah nama gadis yang telah membuat janji denganku. Aku memang telah berjanji pada gadis yang tengah menuntut ilmu di jurusan ilmu kebidanan itu bahwa aku akan berkunjung ke rumahnya hari ini.
Teringat akan janji yang telah kubuat itu, akhirnya kuputuskan untuk menghubungi dua orang yaitu si Ina itu sendiri dan satu lagi adalah Esty, sepupuku. Kepada Ina aku menyampaikan niatku untuk dating ke rumahnya pada pukul sepuluh pagi. Sedangkan pada sepupuku, aku menyampaikan padanya bahwa aku membutuhkan bantuannya pada pukul sepuluh yang sebentar lagi akan kusongsong. Seperti biasanya, sepupuku itu kumintai bantuan untuk mengantarku pergi. Gadis yang kini duduk di bangku kelas 3 SMA itu memang biasa mengantarku pergi ke tempat yang kuinginkan. Jangankan setelah mataku tak awas, ketika masih awas pun aku kerap bepergian dengannya. Dan kali ini pun aku kembali meminta bantuannya. Alhamdulillah sepupuku itu bersedia mengantarku pergi ke rumah Ina, teman sekolahku saat duduk di bangku SMA dulu.
Niatku untuk berkunjung ke rumah Ina benar-benar aku tanggapi dengan begitu bersemangat. Betapa tidak, gadis manis itu telah lama tak kujumpai batang hidungnya. Dan ketika sekarang ada kesempatan untuk bertemu dia, sebisa mungkin kumanfaatkan, meski aku tahu wajah ayu-nya tak bisa lagi Nampak di pulupuk mataku. Tapi taka pa, yang penting aku bisa mendengar suaranya dan bisa mendengar setiap cerita yang melontar dari bibirnya. Terlebih lagi kesempatan berkunjung ke rumah Ina bisa menjadi alat penghapus jenuh untukku. Ya, moment-moment menghirup angin yang berhembus sambil meluncur di atas sebuah sepeda motor memang sangat jarang kunikmati setelah kondisi ketunanetraan yang aku sandang. Yang sering kunikmati setiap harinya hanyalah udara pengap kamarku. Jadi wajar saja kalau kali ini aku tak ingin melewatkan kesempatan yang mampir kepadaku. Yup, bersiaplah Eka untuk menghirup udara di luar sana!
Beberapa menit telah berlalu, kini aku tak lagi duduk manis di hadapan Laptop. Kini aku terlihat sibuk mengacak-acak lemari pakaianku. Aku sedikit kesulitan mencari pakaian yang akan kukenakan. Sementara aku tengah sibuk dengan raba-meraba di dalam lemari, di luar sana sudah terdengar teriakan nenekku yang menyuruhku segera keluar kamar. Rupanya si Esty telah berada di rumahku. Aku semakin gerogi memilih pakaianku. Terpaksa kuminta nenekku yang masih bugar itu untuk memilihkan pakaian untuk kukenakan dalam kunjunganku ke rumah Ina pagi ini. Akhirnya sebuah baju berwarna putih plus jeans berwarna biru kupilih untuk menemaniku pergi pagi ini. Finish! Kini aku telah selesai dengan penampilanku. Kini saatnya meluncur!
Semilir angin membelai wajahku, seakan menghapus segala rasa jenuh yang selama ini memelukku. Segar kurasakan udara pagi ini meski nampaknya langit sedang gundah, terbukti dari mendung yang ditunjukkannya. Sebuah matic yang didominasi oleh warna hitam dan merah pun meluncur di atas aspal, menembus geliat sang pagi. Roda si matic terus berputar sampai akhirnya terhenti di dekat sebuah Balai Desa. Aku ingat bagaimana rupa Balai Desa yang terletak di daerah yang tak begitu jauh dari rumahku ini. Tentu aku mengingat rupa si Balai Desa, sebab aku sering melewati Balai Desa ini ketika masih awas dulu. Letak si Balai Desa memang strategis, dia berdiri di samping jalan utama menuju provinsi Jawa Barat. Ya, beberapa meter dari sini memang akan kita jumpai sebuah sungai bernama sungai Cisanggarung yang memisahkan provinsi Jawa Tengah dengan provinsi Jawa Barat. Kembali ke rencanaku untuk bertemu Ina. Aku kebingungan mencari rumah temanku itu, pasalnya aku memang belum pernah berkunjung ke rumahnya. Ini adalah kali pertamaku berkunjung kesana. Akhirnya kusuruh sepupuku untuk mengirim Sms pada Ina. Dan sebuah SMs balasan pun kudapat tak lama setelah adik sepupuku mengirim SMS kepada gadis yang dulu sempat satu organisasi denganku. “Kamu lururs aja, aku udah di luar rumah” begitu kata Ina. Akhirnya matic yang sedang kutumpangi pun meluncur sampai akhirnya didapati sosok gadis yang memiliki hidung indah itu. Alhamdulillah akhirnya sampai juga…
Sapaan demi sapaan yang menunjukkan rasa rindu pun tersaji di antara aku dan Ina. Aku menyalaminya bak seorang anak yang menyalami Ibunya. Kemudian gadis berambut lurus itu membimbing tanganku untuk masuk ke dalam rumahnya. Jujur, perlakuan yang ditunjukkan oleh gadis yang tak pernah sekelas denganku saat SMA itu membuat hatiku begitu bahagia. Dia Nampak tak canggung memperlakukanku. Tentu hal itu membuatku senang. Tak hanya itu, sikap temanku itu tak berbeda dengan dulu, sikapnya masih hangat dan sama sekali tak kulihat perubahan sikapnya. Saat mengobrol pun tak ada yang berubah. Kami berbincang layaknya dua orang siswa SMA. Ya, kami masih seperti dulu dan dia tetap khas ketika bercerita. Banyak hal yang kami bicarakan, mulai dari teman-teman SMA, kakak kelas, pengalaman-pengalaman menempuh pendidikan di bangku kuliah sampai hal percintaan pun tak luput dari perbincangan kami. Seru, benar-benar seru. Aku serasa menjadi Eka yang dulu, Eka yang dikenal sebagai gadis biasa dengan kacamata menghias wajahku. Aku tak merasa diriku ini adalah seorang Tunanetra. Dan aku sadar bahwa kenyamananku itu disebabkan oleh sikap Ina yang tak membedakanku dari remaja-remaja awas lainnya. Aku mendapat banyak cerita darinya, terlebih soal teman-teman SMa-ku dulu. Ternyata banyak diantara teman-teman SMa-ku yang telah melepas masa lajangnya, bahkan ada beberapa yang sudah memiliki buah hati. Benar-benar tak kusangka akan secepat itu teman-temanku melepas masa lajangnya.
Dua jam telah berlalu, dan kumandang suara Adzan pun telah terdengar. Kalau sudah seperti itu tandanya waktu Dzuhur telah tiba. Kurasa aku harus segera mengakhiri perbincanganku dengan Ina. Sebenarnya aku masih ingin bersama dia tapi aku merasa tak enak pada sepupuku. Aku takut sepupuku merasa jenuh mendengar obrolanku bersama Ina. Akhirnya aku berpamitan pada gadis yang sebentar lagi akan menyelesaikan D3 nya dan akan melanjutkan S1 nya di luar kota. Ina pun me-iyakan niatku itu. Kemudian dibimbingnya lagi tanganku untuk keluar dari rumahnya. Tak hanya itu, ketika di luar pun ia tak segan menyodorkan sepasang sandal berwarna ungu pada kedua kakiku. Sungguh perlakuannya itu membuatku senang. Sekali lagi aku meyakini bahwa ketunanetraan yang kusandang tak cukup membuat temanku yang satu itu mengubah sikapnya. Dan setelah sepeda motor telah siap, aku langsung menaikinya. Perlahan roda si matic pun berputar meninggalkan sosok Ina yang masih berdiri di depan rumahnya. Aku melambai padanya dan kuyakin ia pun melambai padaku. Pertemuanku dengan Ina pun berakhir seiring roda sepeda motor yang melaju meninggalkan kediaman temanku. Tapi aku berharap pertemuan ini bukanlah yang terakhir. Kuharap di hari-hari selanjutnya aku bisa bertemu kembali, bahkan kalau perlu dengan teman-teman yang lainnya pula.
Begitulah catatan idiotku hari ini. Hmm, sepertinya catatan kali ini tak pantas kusebut catatan idiot. Catatan ini lebih bagus kuberi nama catatan membahagiakan, setuju? OK, kurasa cukup sampai disini saja catatanku kali ini. Kebetulan leherku sudah pegal. Sampai jumpa dan salam Idiot dariku!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar