Tampilkan postingan dengan label belajar nulis. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label belajar nulis. Tampilkan semua postingan

Rabu, 04 Januari 2017

TERJEMAHANKU: DEAR DIARY 1

Ini di  bawah ini adalah hasil terjemahanku dalam menerjemahkan postingan di blog seorang remaja dari Inggris. Aku nerjemahin ini karena tuntutan skripsi lol...silahkan baca..
 
ABG 15 tahun cenderung gak punya banyak rahasia dalam hidupnya kan? Tapi aku bakalan cerita rahasia dan juga segala sesuatu yang ada di pikiranku. Ini rahasia, tapi anggap aja gak ada orang yang baca tulisan ini, okay?

Udah 2 hari ini aku mimpiin sesuatu. Mimpinya nyata banget. Dan pagi tadi, pas bangun tidur, aku keinget mimpiku. Mimpinya aneh; gebetan sahabatku naksir aku! Aku jadi gak enak hati karena udah mimpiin hal itu. Tapi sebenernya hal itu mustahil. Kenapa? Ya tentu aja karena sahabatku cantik sedangkan aku kebalikannya. Jangan-jangan aku mimpiin dia gara-gara iri ya? Bisa jadi.

Cerita berikutnya…
Sorry, aku mau mengakui sesuatu. Hari ini aku tega banget sama seseorang. Aku jadi kepikiran gara-gara hal itu. Begini ceritanya, ketika aku naik Subway (system angkutan cepat), aku duduk bersebelahan sama cowok yang…cowok yang…Duh, gimana jelasinnnya ya. Cowok dengan keterbelakangan mental, gitu kali ya gambaran tentang cowok itu. Cowok itu adalah disabilitas, dan aku ketakutan. Jadi, aku cuekin dan jauh-jauh dari dia. Aku tega ya? Dan sekarang, rasanya sedih gak karuan. Gimana rasanya kalau aku juga diperlakukan kayak gitu sama orang lain? Tentu aku bakalan ngerasa stress, kacau dan kesepian. Wah, pasti aku kepikiran terus dan sedih banget. Udah berapa lama waktu yang aku habiskan buat mikirin hal ini. Selalu aja begitu…

Hal lain yang aku inget hari ini adalah “Aku pengen nurunin berat badan!”. Okay, sorry deh buat kalian yang gak setuju dan menganggap aku sama kayak cewek-cewek lainnya. Tapi inget satu hal : dunia ini penuh sama makhluk-makhluk cantik. Sementara aku? Aku gak punya apa-apa selain computer dan wajah pas-pasan.

Aku gak pernah cerita sama siapapun atau ngomong keras-keras soal ini. So, udah sepatutnya kalian ngerasa istimewa bisa baca postingan ini meskipun kalian pasti tersiksa gara-gara bosen.

Ada banyak orang yang hidupnya lebih buruk dariku. Ngerasa jadi makhluk konyol memikirkan mereka yang kelaparan dan terjangkit penyakit. Dan lagi-lagi, aku stress. Dodidodamdam…lalalaaaa…please cuekin aja kalau aku ngelantur!

Well, mungkin postingan kali ini adalah postingan paling gak jelas dan ngebosenin. Tapi janji deh, bakalan ada hal yang lebih menarik di Diary berikutnya. Met jumpa lain waktu ya…Peluk dan cium…

N.B : Satu hal lagi yang aku sadari hari ini adalah aku kesepian…
Kalau kalian kesepian, aku ada disini…

isi Diary Si Oneng

Senin, 20 April 2015

BERBUAT KEBAIKAN, KENAPA MALU?

Pernahkah mendengar kalimat usil semacam ini??

“Cie…cie…cie…tumben pagi-pagi udah nongkrong di sekolah…”

Atau mungkin kalimat usil yang ini???

“Ah, kerasukan setan mana loe, bro, tumben mau bersih-bersih rumah!?!?”

Mungkin yang ini???

“Wah, mau jadi anak mamih ya loe, tumben pagi-pagi udah nganterin nyokap belanja!”

Atau bahkan kalimat super usil yang ini??

“Kesambet jin putih dari mana loe, bro, tumben sholat!”

Rentetan kalimat di atas tentu sudah tak asing lagi di telinga kita, apa lagi di kalangan mereka yang menamai diri si anak muda. Kalimat-kalimat ‘usil’ tersebut seolah kelakar yang dengan mudah dilemparkan pada siapa saja yang sedang mencoba ‘tekun’ pada nilai dan norma. Dengan mudah bahkan lebih mudah dari PR yang mereka dapat dari sekolah, kalimat-kalimat semacam tadi terus didengungkan tanpa sadar akan efek dari kalimat yang dilemparkan tersebut.

‘Kebaikan’, itulah tujuan yang diusung oleh mereka yang dihadiahi rentetan kalimat usil tadi. Maksud hati ingin menunaikan kebaikan sekaligus pembuktian terhadap kata “Taubat” yang disampaikan pada Tuhan, justru mendapat rintangan berupa kalimat usil semacam tadi. Sebagai individu yang masih dalam proses mewujudkan kebaikan yang bisa jadi telah ditinggalkan sekian lama, tentu akan goyah ketika mendapat kelakar tak beralasan sebagai komentar.

Lantas efek apa yang timbul dari keusilan semacam tadi?

‘Malu’, itulah rasa yang sebetulnya menjadi efek dari kalimat usil tak bertanggungjawab sebagai komentar bagi mereka yang ingin tekun. Menurut opini penulis, mereka yang sedang berusaha menunaikan kebaikan akan merasa ‘malu’ ketika ada pihak lain yang mengomentari usahanya tersebut, lebih-lebih jika komentar yang dilemparkan berupa ejekan. Sebetulnya sudah wajar adanya rasa malu itu timbul ketika seseorang sedang melakukan kebaikan, namun tidak untuk kasus pada remaja. Betapa tidak, remaja merupakan masa dimana rasa ‘gengsi’ itu punya andil besar pada diri mereka. Oleh karena itulah, ketika ada pihak yang mengejek dan menilai bahwa kebaikan yang sedang ditunaikan itu adalah hal konyol sekaligus ‘tumben-tumbenanan’, si pelaku kebaikan langsung undur diri, bahkan tak lagi bernafsu untuk menunaikan kebaikan tersebut.

Lantas, jika malu telah melanda, apa yang akan terjadi??

Umumnya jika malu telah mendera, lebih-lebih pada mereka yang tak punya tekad yang kuat, keesokan harinya kebaikan itu tak akan ditunaikan. Dengan kata lain, mereka akan kembali pada zona sebelumnya. Kebaikan pun kemudian tersimpan jauh dalam angan. Hilang?? Bukan hilang, namun lebih kepada mengendap dalam angan yang entah kapan akan direalisasikan. Jika sudah demikian, tentu sulit untuk mengembalikan situasi, kecuali kalimat usil dilempar jauh dari budaya para remaja.

Karena adanya budaya yang tercermin pada kalimat-kalimat usil di atas, penulis beranggapan bahwa hal itulah yang justru menghambat menjamurnya kebaikan di kalangan remaja. Para tunas bangsa itu seolah lebih berkonsentrasi pada seberapa banyak teman yang berkomentar dari pada esensi kebaikan itu sendiri. Karena konsentrasi mereka terfokus pada komentar teman, pada akhirnya mereka akan mudah goyah dan cenderung melepaskan janji mereka untuk berbuat kebaikan. Dampaknya, ketika hendak melakukan amalan-amalan yang ditetapkan pada nilai dan norma, mereka akan berpikir beribu-ribu kali, bukan untuk berpikir seberapa besar manfaat dari amalan tersebut, namun lebih kepada seberapa banyak kata ‘tumben’ yang temannya lemparkan.

Penulis coba ambil contoh dari realita yang ada. Sebagai contoh adalah adik penulis yang kini duduk di bangku SMP. Pernah suatu ketika ia bangun pagi, kemudian bergegas merappikan tempat tidur, mencuci sepatu dan membersihkan rumah. Tak hanya itu, ia pun getol menawarkan bantuan yang bisa ia lakukan. Tentu hal itu membuat seisi rumah takjub dan terheran-heran. Pasalnya ia memang terkenal malas di rumah. Akhirnya penulis yang memang kerap menggodanya, tergelitik untuk melempar canda.

“Cie…cie…tumben rajin amat! Kerasukan setan dari mana, bro??” goda penulis sambil cekikikan.

Mendengar kalimat usil dari penulis, ia pun nampak gondok. Terbukti dari mulutnya yang maju lima senti. Tak sampai disitu, penulis lagi-lagi menggodanya dengan berkata, “Gitu dong, Bro. Jadi anak tuh yang rajin. Kalau gitu kan bisa disayang mertua.”

Rupanya komentar-komentar usil yang penulis berikan memberi efek ‘jera’ pada sang adik. Kontan ia langsung menghentikan aktivitasnya dan ngeloyor entah kemana. Usut punya usut, ketika diintrogasi hari berikutnya, ia mengaku malu sebab penulis terus menggodanya. Tak hanya itu, sang ibu yang memamerkan tindakan adik itu pun menjadi penyumbang dalam mogoknya aksi bersih-bersih yang dilakukan adik.

Dari contoh dan sedikit uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa dalam melakukan kebaikan yang tercantum dalam nilai dan norma, setiap individu harus memiliki niat terlebih dahulu. Jika niat telah ada, ditambah lagi dengan tekad yang kuat, maka apa pun kendala dan godaan, tak akan menjadi soal. Kemudian, rasa malu hendaknya dibuang jauh-jauh sebab ‘kebaikan’ merupakan hal terpuji, sehingga tak perlu merasa malu dan ragu dalam menunaikannya. Bandingkan dengan serentetan keburukan yang pernah dilakukan, pernahkah kita memikirkan atau pun merasa malu ketika melakukannya? Penulis rasa jarang kita merasa malu atas tindakan yang dilakukan, bahkan tak jarang siswa-siswi sekolah yang kedapatan mencuri dan cabut dari sekolah. Bukankah hal itu merupakan hal buruk yang seharusnya dihindari? Namun faktanya banyak remaja yang menikmati hal buruk tersebut. Oleh karena itu, tak perlu malu melakukan kebaikan yang tentu saja ditunaikan dengan cara yang baik pula.


CATATAN SEORANG DEMONSTRAN : CATATAN-CATATAN SOE HOK GIE DALAM BUKU HARIANNYA

Gak tau kenapa, aku ngefans sama Gie. Terserah orang berpendapat apa tentang sosoknya, yang jelas aku suka idealisme-nya sebagai seorang pemuda Indonesia,
dan yang paling utama aku suka puisi-puisi serta kata-kata bijaknya....so, ada masalah? Gak! Gimana pun sosok Gie, aku tetep suka. Ok, yang mau baca, ini
ada beebrapa catatan Gie dalam buku hariannya :

` Nobody can see the trouble I see, nobody knows my sorrow.” ― Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran“
` Seorang filsuf Yunani pernah berkata bahwa nasib terbaik adalah tidak
dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan tersial adalah umur tua (Catatan Seorang Demonstran, h. 96)” ― Soe Hok Gie“
` Lebih baik diasingkan daripada menyerah pada kemunafikan” ― Soe Hok Gie
` “Tapi sekarang aku berpikir sampai di mana seseorang masih tetap wajar, walau ia sendiri tidak mendapatkan apa-apa. seseorang mau berkorban buat sesuatu,

katakanlah, ide-ide, agama, politik atau pacarnya. Tapi dapatkah ia berkorban buat tidak apa-apa (Catatan Seorang Demonstran, h. 101)” ― Soe Hok Gie“
` Bagiku ada sesuatu yang paling berharga dan hakiki dalam kehidupan: ‘dapat mencintai, dapat iba hati, dapat merasai kedukaan’. Tanpa itu semua maka kita
tidak lebih dari benda. Berbahagialah orang yang masih mempunyai rasa cinta, yang belum sampai kehilangan benda yang paling bernilai itu. Kalau kita telah
kehilangan itu maka absurdlah hidup kita” ― Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran“
` Dan seorang pahlawan adalah seorang yang mengundurkan diri untuk dilupakan seperti kita melupakan yang mati untuk revolusi (Catatan Seorang Demonstran,
h. 93)” ― Soe Hok Gie“
` Kami jelaskan apa sebenarnya tujuan kami. Kami katakan bahwa
kami adalah manusia-manusia yang tidak percaya pada slogan. Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan. Seseorang hanya dapat mencintai
sesuatu secara sehat kalau ia mengenal obyeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat.

Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung.” ― Soe Hok Gie, Catatan Seorang

Demonstran“
` Mimpi saya yang terbesar, yang ingin saya laksanakan adalah, agar mahasiswa Indonesia berkembang menjadi “manusia-manusia yang biasa”. Menjadi
pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi yang bertingkah laku sebagai seorang manusia yang normal, sebagai seorang manusia yang tidak mengingkari eksistensi hidupnya

sebagai seorang mahasiswa, sebagai seorang pemuda dan sebagai seorang manusia. ” ― Soe Hok Gie“
` Dunia ini adalah dunia yang aneh. Dunia yang hijau tapi
lucu. Dunia yang kotor tapi indah. Mungkin karena itulah saya telah jatuh cinta dengan kehidupan. Dan saya akan mengisinya, membuat mimpi-mimpi yang indah

dan membius diri saya dalam segala-galanya. Semua dengan kesadaran. Setelah itu hati rasanya menjadi lega.” ― Soe Hok Gie“
`Makhluk kecil kembalilah. Dari tiada ke tiada. Berbahagialah dalam ketiadaanmu.” ― Soe Hok Gie,
Catatan Seorang Demonstran“
`Karena aku cinta pada keberanian hidup” ― Soe Hok Gie“
`Saya mimpi tentang sebuah dunia dimana ulama, imam, buruh, dan pemuda bangkit dan berkata, “stop semua kemunafikan ! Stop semua pembunuhan atas nama apapun..
dan para politisi di PBB, sibuk mengatur pengangkatan gandum, susu, dan beras buat anak-anak yang lapar di 3 benua, dan lupa akan diplomasi. Tak ada lagi
rasa benci pada siapapun, agama apapun, ras apapun, dan bangsa apapun..dan
melupakan perang dan kebencian, dan hanya sibuk dengan pembangunan dunia yang lebih baik.” ― Soe Hok Gie“
` Aku kira dan bagiku itulah kesadaran sejarah.
Sadar akan hidup dan kesia-siaan nilai.” ― Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran“Bagiku ada sesuatu yang paling berharga dan hakiki dalam kehidupan:

‘dapat mencintai, dapat iba hati, dapat merasai kedukaan’. Tanpa itu semua maka kita tidak lebih dari benda. Berbahagialah orang yang masih mempunyai rasa

cinta, yang belum sampai kehilangan benda yang paling bernilai itu. Kalau kita telah kehilangan itu maka absurdlah hidup kita.” ― Soe Hok Gie, Catatan

Seorang Demonstran“
` Potonglah kaki tangan seseorang lalu masukkan di tempat 2 x 3 meter dan berilah kebebasan padanya. Inilah kemerdekaan pers di Indonesia.”
― Soe Hok Gie“
`Ketika Hitler mulai membuas maka kelompok Inge School berkata tidak. Mereka (pemuda-pemuda Jerman ini) punya keberanian untuk berkata “tidak”.
Mereka, walaupun masih muda, telah berani menentang pemimpin-pemimpin gang-gang bajingan, rezim Nazi yang semua identik. Bahwa mereka mati, bagiku bukan
soal. Mereka telah memenuhi panggilan seorang pemikir. Tidak ada indahnya (dalam arti romantik) penghukuman mereka, tetapi apa yang lebih puitis selain
bicara tentang kebenaran.” ― Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran“
Tetapi kenang-kenangan demonstrasi akan tetap hidup. Dia adalah batu tapal daripada perjuangan mahasiswa Indonesia, batu tapal dalam revolusi Indonesia
dan batu tapal dalam sejarah Indonesia. Karena yang dibelanya adalah keadilan dan kejujuran.”
― Soe Hok Gie“The eagle flies alone” ― Soe Hok Gie, Sekali Lagi: Buku Pesta dan Cinta di Alam Bangsanya“Yang paling berharga dan hakiki dalam kehidupan

adalah dapat mencintai, dapat iba hati, dapat merasai kedukaan” ― Soe Hok Gie

JIKA 'RASA' BERKATA : VERSI LABIRIN

Ada sedikit ungkapan sang 'Rasa'. Ini sebenernya lanjutan dari tulisan 'Epilog' Jika Rasa Berkata Versi 'Cermin'. Mungkin teman-teman bingung maksud atau
jalan cerita tulisanku ini, tapi nikmati aja ya hehehe, syukur-syukur komen dan ikut analissis hehehe. Tulisan ini jg diposting di Kartunet (
www.kartunet.com)

Hope you enjoy it!

---

Gulita memeluk mereka. Pekat tanpa cahaya, di sana mereka berada. Tangan hanya mampu meraba, penuh harap agar bertemu dengan malaikat dari syurga. Pandangan
terlempar ke segala arah namun gulita itu lebih matang dan dewasa sehingga cahaya tak kunjung datang jua.

-(0)-

Nafasnya terengah, memburu dengan waktu, mencoba mengusir diri dari pekat yang menenggelamkannya. Namun itu sia-sia. Entah telah berapa lama ia berputar,
menjejakkan kaki dari satu alur ke alur lainnya. Ia tak tahu harus mencari titik dimana lagi. Semuanya penuh dengan pekat! Tak ada cahaya, lantaas bagaimana
bisa keluar dari tempat ia berada?

“Tolong!”

Bibir tipisnya terbuka, melemparkan udara yang menggumpal menjadi kata-kata, kemudian melemparkannya ke langit-langit yang menjulang seolah tak berujung.
Namun kalimatnya hanya menguap di udara, memantul dari sudut satu ke sudut lainnya. Andai kalimat itu membeku dan menghantam pintu keluar yang ia cari
agar ia dapat keluar, tentu itu akan membuatnya bahagia.

“Kau akan mati di tempat ini!”

Ia mendengar suara menggema di sekitarnya. Bulu kuduknya berdiri, dadanya berdegup kencang, seolah-olah dinding-dinding di sekitarnya semakin bergerak ke
arahnya dan siap menghimpit tubuh kecilnya.

“Tolong!”

Suaranya kembali melolong bagai anjing yang lapar oleh dinginnya malam. Jejak kakinya berpindah mengikuti arahan dari hati kecilnya. Terus berdetak menciptakan
melodi di tempat asing tanpa terang. Yang ia harap hanya temukan terang meski nafasnya terasa sesak karena ketakutan yang memburu dalam dada.

“Uhuk…”

Ia terbatuk di tengah-tengah jejak kakinya. Nafasnya begitu sesak. Keringat dingin mengalir di dahinya tanpa peduli hal itu justru dapat menambah level
ketakutannya. Udara sepertinya semakin menipis, terbukti dari batuk yang semakin sering ia lontarkan. Ah, sial! Ketakutannya tentu menang sebab ia pasti
menganggap ia akan mati! Tak lagi ada kesempatan untuk lari! Ia akan mati di tempat asing, di tempat yang diisi oleh pekat yang tak bersahabat!

“Bersiaplah untuk mati!” ada suara merangsek ke telinganya. Suara itu semakin dekat terdengar. Apakah itu suara malaikat maut?? Ah, tidak! Bukan malaikat
maut yang ia harap, namun malaikat pembawa terang yang ia nanti kehadirannya!

“Tidak! Aku tidak akan mati di tempat ini! Aku pasti bisa keluar!”

Tak terduga! Ia menjerit melawan suara yang sedari tadi berdzikir untuk kematiannya. Ia kembali melangkah. Perlahan mengatur nafasnya, perlahan membagi
sisa udara agar masuk ke seluruh aliran kerongkongannya. Rupanya ambang kematian tak menghapus harapan dalam dirinya. Tanpa peduli sudah berapa kali ia
berputar-putar dalam pekat, ia terus jejakkan kakinya. Jalan itu pasti ada, begitu yang ada di pikirannya.

“Tuhan, ijinkan aku tetap hidup. Ijinkan aku keluar dari tempat ini. Aku ingin hidup Tuhan…”

Kini bibirnya melantunkan harap kepada Tuhan. Ia tak peduli jikalau Tuhan sebetulnya tengah mengirim malaikat maut untuk mengambil nyawanya. Ah, bisakah
ia melawan maut?? Bisakah takdirnya berubah? Omong kosong! Namun orang bijak sering berkata bahwa apabila pengharapan telah habis, maka habis pula jalan
hidupmu. Entah karena perkataaan orang bijak itu, atau karena ia yang menganggap maut tak akan datang sebelum ia merasakan tubuh mungil dalam gendongannya,
ia tetap berani menjejakkan kakinya pada poros gulita yang ada. Ia tak sadar sebetulnya hal itu dapat menghabiskan tenaganya yang sudah di batas ambang.

Dug! Ia terjatuh. Tubuhnya lemas. Pucat sekali rautnya. Inikah akhir dari hidupnya?? Akan berakhir sia-siakah detak kakinya yang ia seret sedari tadi??
Apakah Tuhan menjawab dzikirnya dengan malaikat maut yang memang telah ia siapkan???

Ia masih terduduk di lantai beku. Dingin menjalari tubuhnya, bercampur dengan rasa takut yang membakar jiwa. Air matanya kini meleleh meski basahnya hanya
ia yang dapat merasa. Lantas digerakan tangannya agar menyentuh gundukkan di perutnya. Dalam sesak ia usapkan jemarinya. Bibirnya gemetar, sedikit terbuka,
sedikit melepas udara. Ada sejuta kasih yang memancar darinya. Kasih yang coba ia utarakan pada gundukkan di perutnya.

“Malang sekali nasibmu, nak. Mengapa kau harus lahir dari rahimku?? Mengapa kau harus lahir tanpa ada lelaki di sampingmu??”

“Haruskah kau mati di sini bersamaku?? Bukankah ini dosaku, nak??”

Ia tergugu. Dicengkramnya kuat-kuat gundukan di perutnya. Ingin sekali ia keluarkan isi dalam gundukkan itu agar tak ikut mati bersamanya. Namun itu sia-sia.
Nyawa di dalam gundukkan itu terlalu kuat sepertinya. Isi dalam gundukkan itu seolah berkata, “Aku pasti hidup!”. Perkataan yang seolah-olah terbang berputar
di kepalanya itu sebetulnya justru membuat ia semakin tersiksa. Dilema, ia benar-benar dilema. Harus bagaimana?? Sementara tenaga sudah tak ada, apakah
kaki itu harus terus melangkah??

Jalan pikirannya buntu. Tak ada lelaki yang dapat memapahnya agar tetap mampu melangkah mencari terang dan jalan keluar. Ia seorang diri, hanya berteman
gulita yang sesakkan dada. Ikatan sebuah harapan seolah ingin ia lepaskan. Ia tak kuat, benar-benar tak kuat. Ia tak lagi punya tenaga. Lantas disentuhkannya
jemari lembutnya pada lantai yang ia duduki. Cukup lama ia jejakkan jemarinya disana. Beku, benar-benar beku. “Haruskah lantai ini menjadi alas kematianku?”
ia bertanya pada dirinya sendiri.

Detik berikutnya, ia usap lantai beku itu. Setelah itu, kepalanya telah tenang di atas lantai. Rambut lurusnya tergerai, jatuh dari bahu ke lantai. Ia telah
siap, begitu pun dengan kaki yang lurus di atas lantai. Sementara itu, kedua tangannya yang telah siap di atas gundukkan pada perutnya ia sempatkan mengusap
basah di kedua pipinya.

Ia menghela nafas panjang dan berat. Dari tarikannya, seolah itu adalah nafas terakhirnya. Ia seolah tak sanggup menghirup udara lagi. Kemudian ia pun berkata,
“Inikah akhir segalanya?? Akankah berakhir disini???”

“Bila memang ini takdirmu, Tuhan, biarkan yang ada dalam rahim ini mati bersamaku. Aku siap bila memang harus sekarang, Tuhan…” lemah bibirnya berucap.
Seiring dengan lemahnya bibir itu, kedua kelopak mata pun ikut melemah. Ia hendak memejamkan matanya. Untuk terakhir…ya…untuk terakhir kalinya.

‘Namun’ itu selalu ada pada setiap untaian kata, termasuk skenario sang sutradara. Maka, pengecualian itu tetap ada pada takdir makhluk di dunia…

Mata itu nyaris tertutup ketika dentang terdengar dari sudut yang tak terjamah oleh mata. Yang jelas, dentang itu ada di tempat yang sama. Ya, di tempat
yang sama dengan tubuh yang sedang meregang nyawa di atas marmer tak bernyawa.

>>Bersambung>>

BEROPINI DALAM KELAKAR SNMPTN 2014

Note : Tulisan ini dibuat ketika masa-masa heboh SNMPTN 2014 yang melarang disabilitas mendaftar di beberapa jurusan...

Sedang mencoba beropini. Bukan dan tanpa bermaksud apa-apa, hanya ingin belajar menulis sekaligus suarakan harapan yang ada. Semoga opini yang ada tak jadi
perpecahan di antara kita. Mari bersama berjabat tangan demi kemajuan dunia pendidikan. Bagi yang ingin ikutan, silahkan layangkan opini lewat kolom komentar.
Sekali lagi tak ada maksud memprovokasi atau cari sensasi, melainkan hanya ingin "Belajar" lewat tulisan. Happy reading!

---

Indonesia belumlah begitu tua. Usianya tak lebih tua dari kakek-nenek kita. Namun siapa sangka wajahnya telah nampak keriput oleh beban yang dicipta oleh

mereka yang merasa penguasa di Indonesia?

Hari demi hari, masalah bertubi datang hampiri Indonesia yang tengah menata diri demi masa depan berarti bagi anak-cucu negeri. Belum usai kasus korupsi
yang rupanya jadi hobi pejabat negeri, kini koloni problematika justru kembali tiba tanpa nurani pada dunia pendidikan di Perguruan Tinggi Negeri. Tak
cukup puas mengotak-atik sistem pendidikan yang terkadang kurang realistis dengan kondisi bangsa, kini mereka yang duduk di garis kuasa atas Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) sekilas dianggap tengah cari “Gara-gara”.

Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2014 kini memang tengah jadi problematika bagi kami penyandang disabilitas yang haknya kerap diperkosa.
Entah tutup mata, entah tutup telinga atau pada nyatanya tak tahu apa-apa, mereka yang duduk pada garis kuasa kebijakan SNMPTN 2014 dengan mudah memberi
“Kode” pada beberapa program studi yang dilelang dalam pesta kelahiran cendekiawan bangsa. Dengan tanpa khotbah atau ceramah, mereka pukul palu pada kami
yang hidup penuh stigma dengan ketunaan yang kami punya. Tanpa bertanya, kami diminta meninggalkan zona terlarang dalam lelang. Kedokteran, keperawatan,
psikologi, Bahasa Inggris, Bahasa Jepang, bahkan Bahasa Indonesia serta beberapa program studi lainnya menjadi terlarang bagi Tunanetra, Tunarungu, Tunawicara,
Tunadaksa, dengan tak lupa juga bagi mereka yang buta warna. Kami para disabilitas seolah dipaksa menyerah sebelum berperang tanpa ada kesempatan beri
pembuktian.

Ironik memang. Di tengah kerontangnya pemenuhan hak bagi disabilitas, problematika ini justru seolah menjadi belati yang mengoyak nurani. Jangankan diberi
kemudahan akses dalam pendidikan tinggi, justru kami dibuat mati dengan kode-kode yang sepintas mencolok bagai diskriminasi. Sementara itu, Tebalnya peraturan
tentang kesamaan mengakses pendidikan bagi setiap warga negara Indonesia, seolah menjadi tumpukkan kata yang usang dimakan usia. Tak adakah niat lebih
besar tuk membuat kami (disabilitas) “Sejajar”?

Tutup mata kah, tutup telinga kah, atau memang tak tahu apa-apa kah mereka yang duduk di garis kuasa SNMPTN 2014 bila Bahasa Indonesia saja yang notabene
Bahasa kesatuan Republik Indonesia dijadikan terlarang untuk disabilitas? Lucu sekaligus penuh ironi. Ketika bangsa lain berlomba benahi diri hapuskan
diskriminasi bagi disabilitas yang kerap dianggap membebani, bangsa ini justru ciptakan degradasi bagi anak bangsa yang punya mimpi. Dengan dalih mengarahkan
program studi agar lebih “Manusiawi”, mereka putuskan “Syarat fisik” pada beberapa program studi, padahal justru dapat batasi mimpi. Adilkah kelakar semacam
itu? Bila yang berjuluk non-disabilitas saja diberi akses selebar-lebarnya atas program studi yang diminati, lantas mengapa disabilitas justru diberi akses
selebar daun kelor? Memang keterlaluan bila Bahasa Indonesia menjadi terlarang bagi Tunanetra, Tunarungu dan Tunawicara.

Setiap aksi pasti punya reaksi. Setiap kebijakan yang tak pakai nurani pasti datangkan kontroversi. “Disabilitas menggugat”, itulah headline yang pantas
jadi reaksi atas aksi pencantuman kode syarat fisik pada beberapa program studi di Perguruan Tinggi Negeri. Mereka yang panas oleh isu diskriminasi pada
pendidikan tinggi, lari kesana-kemari demi tumbangkan kebijakan yang dibuat tanpa diskusi. Mulai dari petisi hingga turun ke lembaga yang punya relevansi
atas kasus semacam ini, itulah reaksi yang dinjukkan oleh objek yang didzalimi. Geram, muak, penat, tentu ingin ditumpahkan pada si pemnbuat kebijakan.
Namun, haruskah reaksi mentok pada petisi dan emosi?

Banyak opini yang menawarkan diri pada problematika SNMPTN 2014 ini. Namun bagi penulis dan teman-teman di organisasi, petisi dan emosi akan mandul bila
tak dibarengi pembuktian diri. Tentu tak ada salah dengan petisi dan geram yang menjelma pada “Emosi”, namun alur pikiran lain sejatinya bisa dijadikan
alat untuk bereaksi. Bisa jadi kebijakan yang tak memihak pada kaum minoritas ini timbul karena disengaja, meski bisa jadi pula karena ketidaktahuan yang
dipaksa. Bila memang mereka yang duduk di garis kuasa SNMPTN 2014 sengaja tutup mata dan telinga, itu memang tak beda hina dengan benda mati yang tak punya
hati. Namun beda cerita bila kebijakan yang ada dicipta karena ketidaktahuan yang dipaksa. Bila faktanya mereka tak tahu apa-apa namun salah langkah dengan
enggan tuk bertanya, tentu kita (disabilitas) harus buka mata dan telinga mereka tentang siapa diri kita. Lewat pembuktian, lewat dialog aman, itulah alur
pikiran yang penulis dan teman-teman coba tawarkan. Penulis dan teman-teman organisasi beranggapan bahwa bila ingin menggugat mereka, cobalah sadarkan
logika serta nurani yang mereka punya. Terlebih bagi kampus yang telah nyatakan diri sebagai bagian dari kampus inklusif, sejatinya perlu diingatkan kembali
mengapa kode syarat fisik itu perlu membatasi disabilitas. Dalam proses penyadaran lewat dialog itu, coba beri tahu mereka dengan bukti nyata lewat mahasiswa
yang telah atau tengah menimba ilmu pada program studi yang masuk zona terlarang pada SNMPTN 2014. Demo nyata tentang bagaimana disabilitas mengakses perkuliahan,
strategi serta hasil yang sejauh ini didapat, hendaknya menjadi bukti nyata sebagai usaha bukakan mata, hati dan telinga mereka. Secara detail hendaknya
kita (disabilitas) jelentrehkan apa yang kita bisa entah lewat tekhnologi atau media lainnya. Bila mereka telah mengerti bahwa kita (disabilitas) mampu
bersaing dalam program studi yang diminati, tentu mereka tak lagi sangsi. Oleh karena itu, penulis dan teman-teman organisasi beranggapan bahwa dalam tempo
sekarang ini, lebih arif bila coba siapkan diri tunjukkan jati diri. Beritahu lewat demo tekhnologi tentang alat bantu, atau bukti yang bisa mengamini
kemampuan yang dimiliki. Dengan bukti nyata, tak mustahil bila kebijakan diskriminasi itu tumbang tanpa paksaan.

Menyoal tentang kode syarat fisik pada SNMPTN 2014, penulis pribadi merasa tak perlu. Sejatinya tanpa diberi tahu semcam itu, kami (disabilitas) pun sadar
sampai mana batas kemampuan kami. Coba ambil contoh seorang Tunanetra. Tentu Tunanetra akan berpikir ulang ketika hendak mengambil program kedokteran.
Memang dirasa sulit bila Tunanetra harus melakukan bedah pada pasien, seumpama. Namun kesulitan itu bukan berarti jadi larangan. Hak biarkan jadi hak.
Biarkan hak kebebasan mengakses pendidikan dimiliki oleh si Tunanetra atau disabilitas lainnya, smentara menyoal perkara sulitnya akses dalam mempelajari
bedah tubuh, seumpama, biarkan kembalikan pada si disabilitasnya. Kewajiban pejabat negeri adalah berikan hak penuh pada setiap warga. Sekali lagi penulis
pribadi berpendapat bahwa tanpa diberi peringatan berupa kode syarat fisik, kami (disabilitas) pun “Tahu diri”. Yang terpenting adalah hak biarkan tetap
jadi hak.

Untuk info program studi yang terlarang bagi disabilitas, bisa dicek di link berikut :
Universitas Indonesia silahkan di link :
https://web.snmptn.ac.id/ptn/31

Bagi yang Undip silahkan di link :
https://web.snmptn.ac.id/ptn/43-->

Kamis, 14 Maret 2013

Vocabulary of Javaness (Kosa Kata Bahasa Jawa) Part 1

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang kaya baik Sumber Daya Alam, ragam budaya seperti tarian, adat istiadat, suku dan bahasa. Kalo mau dihitung-hitung, mungkin kalkulator jebol saking banyaknya nominal yang mesti diketikkan demi menghitung jumlah ragam budaya di Indonesia. Seperti halnya bahasa, kita semua tentu tahu kan ada berapa banyak jenis bahasa daerah di Indonesia mulai dari Sabang sampai Merauke. Wah, tak terhingga...

Macam-macam bahasa yang ada di Indonesia dianaranya adalah Bahasa Sunda, Jawa, Betawi, Melayu, dan sebagainya. Tiap bahasa tersebut punya ciri khas masing-masing. Mungkin kalo kita gak berasall dari daerah dimana bahasa tersebut dilahirkan, besar kemungkinan kita gak bakal bisa berbahasa sebagaimana orang-orang yang ada di daerah tersebut. Tapi gak usah khawatir...meskipun kita gak bisa and gak ngerti, tapi bukan berarti kita gak bisa mencoba untuk mempelajarinya kan????
Yup, belajar bahasa daerah! Itu bisa kita lakukan. Bahsa asing kayak Bahasa Inggris aja kita pelajari, masa bahasa yang ada di Indonesia aja kita gak mau pelajari...malu dong...

Well, ngomong-ngomong soal belajar bahasa daerah, aku sekarang ini sedikit demi sedikit lagi nyoba belajar Bahasa Jawa. Yup, setahun lebih tinggal di Semarang, sedikit banyak otakku ini udah nampung beberapa kosa kata Bahasa Jawa. Maklum aja, aku ini Sundaness. Hmm, sebenernya sih aku tinggal di Jawa Tengah juga, tapi Bahasa sehari-hariku di rumah adalah Bahasa Sunda, jadi ya gak ngerti Bahasa Jawa. Ngerti dikit sih, tapi Bahasa Jawa ngapak-ngapak, bukan Jawa Semarangan apa lagi Jogja. Maklum, aku kan tinggal di Brebes yang emang merupakan sirkum Bahasa Ngapak-ngapak wkwkwkwk...

Nah, beberapa Vocabulary yang kudapat dari hasil listening-ku terhadap beberapa orang-orang Jawa adalah :
1. Usungi-ngangkutin
2. Nyeluki - mangil
3. Mutung - ngambek
4. Ngapusi - bohong
5. emplok - dimakan/dimsukin ke dalam mulut
6. Mentel - ganjen
7. Jongkat - sisir
8. Macak - berhias
9. Cedak - deket
10. Nyepake - nyediain
11. Gujengi - megangin
12. Mesake - kasihan
13. Nesu - marah
14. Nginceng - ngintip
15. Mandi - manjur
16. Meh -mau (akan)
17. Jipuk - ngambil

Hmm, kayaknya baru segitu tuh yang lewat dipiranku pas mosting tulisan ini. Sebenernya masi ada banyak lagi, tp aku mesti recall dulu wkwkwkwk...
Tenang, nanti aku update lagi. Oiya, kalo ada yang salah, harap bantu dikoreksi ya!!!

Kosa kata Bahasa Jawa yang kupunya juga berkat jasa teman-teman di FIB Sastra Inggris UDINUS :)
Ok deh, see yaaaa...
Salam Idiot!!!

The Secret of Lesung Pipit



Bagi penikmat film India alias Bollywood, pasti udah gak asing lagi sama yang namanya “Pretty Shinta”. Muka cantik bintang film yang satu ini emang udah sering wara-wiri di layar kaca. Beberapa judul film yang dibintanginya pernah booming banget di Indonesia, sampe-sampe merasuk ke sanubari orang ndonesia yang akhirnya muncul demam Bollywood gitu. Untung aja gak kelewat batas; gak sampe lari-larian di taman sambil nyanyi-nyanyi pake selendang segala wkwkwkwk. Nah, kalo ngebayangin yang namanya Pretty Shinta, apa yang pertama kali terlintas di pikiran kita??? Ayo piker piker! Nah, selagi mikir, kita coba pindah ke cewek lain yang gak kalah cantiknya. Siapa hayoooo??? Yuk,let’s check her out!!

Siapa diantara kita yang sering nonton acara gossip??? Silet kek, was—was kek, insert kek, up to you aja lah, yang penting pernah nonton acara gossip kan???  Well, kalo semuanya udah pernah nonton, pasti pernah denger gossip soal “Syahrul Gunawan” kan??
Nah, ada yang inget gak dulu siapa yang jadi partner gossip Aa Alul *sok akrab* di acara gosip? Inisialnya “IN”...ayooo...thu kan??? Yup, bener banget, his partner’s Intan Nuraini.

Nah, Intan Nuraini ini tentu udah gak asing lagi kan di layar kaca, bukan sekedar karena dia pernah punya hubungan sama Aa Alul, tapi karena dia juga artis sekaligus singer. Terus kalo kita jejerin sama Pretty Shinta, kira-kira apa persamaannya???

Ayo, bayangan Pretty Shnta nya dimunculin lagi, eluarin!! Nah, anggap aja sekarang kita lagi jejerin mukanyaPretty and Intan, terus apa dong yang bisa kita simpulin???
Lesung Pipit!!”
Ya, lesung pipit adalah persamaan yang ada di antara mereka. Keduanya emang punya cekungan di pipinya. Dan cekungan itu bisa jadi nilai plus buat mereka. Ya, mereka kelihatan lebih cute and cantik. Tapi bener gak sih kalo lesung pipit itu bisa bikin kita makin ok, yang cewek makin cantik and yang cowok makin ganteng??? Sebelum kita jawab pertanyaan itu, mending kita bahas dulu aja deh mitos soal “Lesung Pipit”.

Lesung pipit atau dalam Bahasa Jawa iasa disebut “Dekik”” and dalam Bahassa Sunda disebut “Pekok”, biasanya bsa diciptakan cukup dengan cabai atau bawang merah. Tapi itu menurut versi masyarakat, termasuk nenekku. Ya, kebanyakan masyarakat kita emang percaya kalo yang namanya lesung pipit itu bisa diciptakan ketika seorang bayi baru lahir dari Rahim ibunya. Tepat setelah si bayi brojol *bahasa yang tidak disempurnakan wkwkwkwk*, kita bisa langsung make over si abayi. Mungkin yang awalnya shock lihat bayinya yang mrip banget sama kita, kurang cantik and terkesan jelek, kita gak usah galau. Cukup ambil cabe atau bawang merah, maka semua kegalauan kita terselesaikan. Mau tahu caranya? Gampang! Ayo lihat tutorial di bawah ini :

Tutorial menghilangkan efek jelek pada bayi :
1.       Siapkan 1 cabai hijau/merah atau bawang merah.
2.       Kemudian, ketika bayi Ada keluar dari Rahim Ada, tempelkan cabai/bawang yang tadi sudah disiapkan pada pipi sang bayi.
3.       Setelah itu tunggu beberapa bulan.
4.       Setelah beebrapa bulan, efek jelek pada bayi akan menghilang dengan sendirinya dan berganti dengan wajah yang mempesona.

Nah, itu dia tutorial menghilangkan efek jelek pada bayi. Bagi yang mau mencoba ya silahkan aja, tapi gak janji juga deh bakalan berhasil. Kalo kadar kejelekannya udah tinggi banget, kayaknya susah dihilangin wkwkwkwk...

Mitos udah keburu berkembang di masyarakat. Masyarakat udah keburu percaya kalo yag amanya lesung pipit itu bisa muncul karena jasa cabe atau bawang merah. Tapi kita tahu gak sih kalo sebenernya lesung pipit itu adalah sebuah kecacatan/kelainan otot pipi yang diturunkan??? Kecacatan terjadi pada otot Zygomaticus utama dan bisa jadi otot Zygomaticus utama itu terbelah dua atau lebih pendek dari yang sewajarnya,. Oleh karena itu, karena kelainan itu maka ketika seseorang yang berlesung pipit tersenyum atau berbicara, maka akan terjadi penarikan pada otot yang mengalami kelainan itu. Penarikan itulah yang akan membuat lesung di pipi kita. So, lesung itu gak bisa diciptakan sendiri tapi harus berdasarkan genetic. Bukan cabe atau bawang merah yang menurunkan lesung di pipi kita, tapi oorang tua atau mbah kita atau siapa kek yang masih keturunan kita lah yang bisa menurunkan lesung pipit. Jadi, kalo ada orang tua yang punya lesung pipit, maka ada kemungkinan anaknya bakalan punya lesung pipit juga. Contohnya aku and adekku. Kami sama-sama punya lesung pipit di sebelah kanan dan juju raja sih kami gak tahu siapa yang menurunkannya, soalnya sepengathuanku oortuku gak punya lesung pipit. Tapi bisa jadi lesung di pipi mereka udah gak keliatan karena menurut penelitian, biasanya lesung pipit bakalan gak terllihat kalo kita udah dewasa atau udah tua karena kulit kita memang udah kendor and renggang.
Bukti lain yang juga mematahkan mitos cabe and bawang merah pencipta lesung adalah ada beberapa kasus orang tua yang menusukkan cab eke pipi bayinya yang baru lahir tapi pipi sang bayi tak kunjung menampakan cekungan, bahkan sampai si anak tumbuh menjadi balita. Itu tentu bisa membuktikan bahwa cabe atau bawang merah memang bukan pencipta lesung. Si bayi emang gak punya gen kelaianan otot pipi, jadi ya gitu deh. Meski ditusuk pake ulekan juga gak bakal muncul kalo dia gak punya bakat yang diturunkan secara genetis.

Itu dia sekelumit bahasan tentang lesung pipit dilihat dari kacamata medis. Nah kalo dilihat dari kacamata social atau psikologis, gimana ya??

Menurut survey kecil-kecilan yang aku lakuin di facebook kemaren and juga dari surbvei pengalaman yang aku alami selama hidup di dunia sebagai cewek berlesung pipit, maka aku bisa mengemukakan beberapa statement..
Ketika beberapa orang ditanya soal cewek/cowok berlesung pipit, maka jawaban mereka bervariatif. Ada yang bilang cute, manis, gemesin, punya daya tarik, lembut, murah senyum, sensitive, cantik, and bla-bla-bla. Wah, komentarnya kok yang bagus-bagus semua ya. Hmm, tapi beberapa orang berpendapat emang kalo cewek atau cowok punya lesung pipit, pasti keliatan cantik. Tapi menurutku sih, kalo emang dasarnya cantik ya cantika aja, iya gak???

Nah, pertanyaan lain adalah....ketika seseorang dapat dilahirkan kembali, apa yang akan ia pilih? Berlesung pipit atau gak? Dan jawabannya adalah...kebanyakan orang memilih untuk bisa mendapatkan lesung pipit jika ia bisa dilahirkan kembali. Wow, segitu magic nya ya lesung pipit. Banyak banget yang pengen punya lesung pipit. Eits, tapi gak semua orang pengen punya lesung pipit lho. Ada juga orang yang gak mau punya lesung pipit, alasannya sih karena lesung pipit itu kayak mbah-mbah yang pipinya kempot. Bener juga sih kalo dipikir-pikir...

Mau percaya atau gk, tapi sometime lesung pipit bisa bawa rezeki. Kok bisa? Ya, itu sih menurut pengalamanku. Beberapa cowok biasanya tertarik pada cewek berlesung pipit and alhasil bisa kesengsem gitu. Siang malem bisa mikirin senyuman si cewek. Ngejar-ngejar gak patah arang. Ngasih ini itu saking kesengsemnya. Dan itu bisa bawa keuntungan buat si cewek. Si cewek bisa makan gratis, bisa beli ini itu dibayarin si cowok, pokoknya rezeki nomplok. Gak percaya ya? Garing ya? Ya up to you deh...
Kalo gitu, Afghan bisa jadi enyanyi arena dia punya lesung pipit ya?? Ya gak lah!!! Dia bisa jadi penyanyi karena jalan takdirnya emang kayak gitu! #bukan jawaban akademisi wkwkwkwk

Udah dulu ya nulisnya...mau belajar nih..belajar apa??? Belajar ngukir cekungan di jidat wkwkwkwk...
Salam Idiot!!
yuk kunjungi www.dinus.ac.id